Arti Lambang PSHT Lengkap dengan Materi PDF
Table of Contents
Makna Lambang PSHT
Lambang Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) adalah identitas utama organisasi yang memuat keseluruhan filosofi dan ajaran luhur. Setiap elemen visual yang terkandung di dalamnya, yang mencakup bentuk dasar, warna, gambar, dan tulisan, memiliki makna spesifik yang wajib dipahami sebagai pedoman dasar bagi seluruh warga dan siswa. Penjabaran dalam bab ini akan menguraikan secara rinci dan baku arti dari setiap komponen pembentuk lambang.
Rincian Komponen dan Filosofi Lambang PSHT
a. Segi Empat: Dasar Empat Kiblat Lima Pancer
- Empat kiblat: Timur, Selatan, Barat, dan Utara.
- Lima pancer: Pusat di mana kita berpijak.
- Artinya: Manusia Persaudaraan Setia Hati Terate dalam mencapai tujuannya / mengembangkan diri berpegang teguh pada wasiat Persaudaraan Setia Hati Terate.
Segi Empat Sebagai Pengendali Empat Nafsu Manusia
Lebih dari sekadar arah mata angin, keempat sisi dari Segi Empat ini menyimpan makna filosofis yang mendalam tentang pengendalian diri. Keempat sisi tersebut melambangkan empat jenis nafsu (nafsu) yang ada dalam diri setiap manusia:
- Nafsu Amarah: Watak kebuasan dan keinginan untuk merusak.
- Nafsu Lawwamah: Watak serakah dan kerakusan, layaknya nafsu hewani.
- Nafsu Supiah: Watak dengki, iri, dan syak wasangka, yang merupakan sifat jin dan setan.
- Nafsu Muthmainah: Watak ketaatan, ketenangan, dan kesadaran diri akan Tuhan.
Dalam ajaran ini, titik pusat atau Pancer adalah Setia Hati itu sendiri, iman kepada Tuhan yang menjadi pengendali. Seorang insan Setia Hati akan menggunakan akal dan imannya untuk senastasmerasa malu dan takut kepada Tuhan. Kesadaran ini akan mencegahnya bertindak atas dorongan tiga nafsu negatif dan membimbingnya menuju Nafsu Muthmainah, yang akan membawanya pada keselamatan sejati (kalis soko sambikolo).
Papat Kiblat Limo Pancer dalam Diri Manusia
Selain dimaknai sebagai arah kosmik, "Papat Kiblat Limo Pancer" juga diinterpretasikan sebagai lima unsur fundamental yang membentuk seorang manusia seutuhnya. Keempat "kiblat" dalam diri adalah:
- Cipta (Daya Pikir / Akal)
- Rasa (Perasaan / Emosi)
- Karsa (Kemauan / Kehendak)
- Jiwa (Rohani / Spirit)
Adapun Pancer atau titik pusat kelimanya adalah Raga (Jasmani / Tubuh Fisik) sebagai wadah dari keempat unsur lainnya. Pemahaman ini mengajarkan bahwa seorang Warga SH Terate harus mampu menyelaraskan seluruh unsur dalam dirinya untuk mencapai keutuhan.
Pedoman Arah dalam Segala Keadaan
Berbekal ilmu beladiri, ajaran kebatinan, dan agama, seorang Warga Persaudaraan Setia Hati Terate diharapkan untuk selalu mengetahui arah dan tujuan hidupnya, apapun kondisinya. Simbol Segi Empat menjadi pengingat agar tidak terlena oleh godaan duniawi. Bagi yang kaya, ia tidak akan gelap mata atas hartanya. Bagi yang miskin, ia tidak akan putus asa hingga menghalalkan segala cara. Intinya, dalam keadaan apapun, insan Setia Hati Terate harus tetap kokoh berdiri di pusat kehidupannya, selalu berpegang pada jalan kebaikan, kebenaran, dan keadilan.
b. Jantung Hati: Simbol Kesucian
- Berwarna putih: Melambangkan kesucian.
- Jantung dibatasi warna merah: Melambangkan batasan suatu kedisiplinan.
- Artinya: Cinta kasih yang diberikan adalah suci bersih tanpa pamrih, tidak berlebihan dan ada batasnya.
Hati Sebagai Pusat Pengendalian Nafsu
Secara mendasar, Hati melambangkan cinta kasih dan sifat baik manusia yang terpuji. Warna Putih yang mendominasinya adalah simbol dari niat dan pikiran yang bersih. Namun, setiap manusia juga dibekali dengan nafsu. Di sinilah garis Batas Merah memainkan peranan krusialnya sebagai lambang kedisiplinan.
Garis merah ini berfungsi sebagai benteng yang membatasi agar nafsu tidak mengotori kesucian hati. Ketika seorang insan Setia Hati Terate berhasil mengendalikan nafsunya, hatinya yang bersih akan mampu bersinar, menjadi penerang dan teladan bagi lingkungan sekitarnya.
Makna Batas Merah: Disiplin dalam Cinta Kasih
Filosofi "cinta kasih yang ada batasnya" mengajarkan bahwa kasih sayang yang tulus sekalipun, jika diberikan secara berlebihan dan tanpa batas, justru dapat menimbulkan kerusakan dan penderitaan. Kasih sayang yang tidak disiplin dapat "membunuh" potensi seseorang. Beberapa contoh nyata dari hal ini adalah:
- Kasih sayang berupa memanjakan (manja) akan berujung pada kemalasan.
- Kasih sayang berupa cinta buta (cinta) yang tak terkendali dapat menjerumuskan ke dalam perzinaan.
- Kasih sayang berupa pemberian materi (uang) yang berlebihan akan menciptakan pemborosan.
Analogi Kasih Sayang yang Membangun
Seorang anak yang terus-menerus meminta uang kepada orang tuanya untuk membeli mainan mahal. Orang tua yang hanya menuruti semua keinginan anaknya atas nama "kasih sayang" sesungguhnya tidak sedang mencintai, melainkan sedang merusak masa depannya. Anak tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang manja, tidak disiplin, dan tidak menghargai proses.
Sebaliknya, orang tua yang bijaksana akan berkata "tidak", lalu mendidiknya tentang cara menabung atau bekerja untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Penolakan ini, yang mungkin terasa menyakitkan bagi sang anak pada awalnya, adalah wujud cinta kasih yang sejati. Ia menanamkan pelajaran hidup yang jauh lebih berharga daripada mainan apa pun, yaitu disiplin, kesabaran, dan kemandirian. Inilah esensi dari kasih sayang yang membangun, bukan yang menghancurkan.
Analogi Kasih Sayang Sang Pendidik
Dalam dunia latihan, seorang adik atau siswa yang sangat bersemangat ingin segera mempelajari materi tingkat tinggi yang rumit. Seorang kakak pelatih (Mas atau Mbak) yang penuh kasih sayang persaudaraan tidak akan serta-merta mengabulkan permintaan tersebut. Memberikan materi pamungkas kepada seorang siswa yang fondasinya belum matang adalah sebuah tindakan yang membahayakan, bukan wujud dari persaudaraan sejati.
Wujud kasih sayang tertinggi dari sang kakak pelatih adalah dengan sabar dan disiplin menempa adiknya melalui materi dasar yang berulang-ulang, meskipun terkadang terasa membosankan. Tujuannya adalah untuk membangun fondasi yang kokoh demi keselamatan dan kesempurnaan ilmu sang siswa di masa depan. Disiplin yang diterapkan oleh seorang kakak pelatih adalah bentuk cinta kasih persaudaraan yang paling murni, karena ia lebih mementingkan kebaikan jangka panjang adiknya daripada kepuasan sesaat.
c. Sinar: Cahaya Ajaran dan Hukum Karma
-
Melambangkan:
-
Jalannya hukum karma, yaitu hukum gaib dari Tuhan Yang Maha Esa yang berlaku dalam tata kehidupan manusia yang terjadi dengan adil dan tidak memihak.
- Artinya: Dalam berpekerti & berkarya hendaknya diingat bahwa segala sesuatu itu ada buah dari pekerti & karya tersebut. Nandur telo tukul telo, nandur pari tukul pari.
-
Pancaran sinar cinta kasih.
- Artinya: Manusia Persaudaraan Setia Hati Terate harus sanggup memberikan rasa cinta kasih atau perwujudannya kepada segenap Umat Tuhan Yang Maha Esa tanpa mengharapkan imbalan.
-
Pancaran sinar terang.
- Artinya: Manusia Persaudaraan Setia Hati Terate harus sanggup menciptakan suasana bahagia lahir batin dan sejahtera bagi lingkungannya di mana dia berada.
-
Jalannya hukum karma, yaitu hukum gaib dari Tuhan Yang Maha Esa yang berlaku dalam tata kehidupan manusia yang terjadi dengan adil dan tidak memihak.
Sumber Pancaran: Keselarasan Hati dan Akal
Pancaran sinar dalam lambang ini bukan sekadar cahaya, melainkan representasi dari perbuatan dan cinta kasih yang dipancarkan seorang Warga. Ajaran Setia Hati menekankan bahwa sumber pancaran ini sangatlah penting.
- Pancaran yang bersumber dari hati dan akal yang selaras dalam kebaikan akan menghasilkan perbuatan yang benar dan mulia, yang pada akhirnya akan menuai balasan yang baik pula.
- Sebaliknya, pancaran yang hanya bersumber dari akal saja sangat rentan dipengaruhi oleh hawa nafsu. Pancaran seperti ini berpotensi menghasilkan perbuatan buruk dan akan menuai balasan yang buruk juga.
Ini mengajarkan bahwa perbuatan luhur lahir dari sinergi antara hati nurani yang suci dan akal budi yang tercerahkan.
Tiga Wujud Cahaya Ajaran Setia Hati
Sebagai insan yang diharapkan mampu "bersinar", seorang Warga Setia Hati Terate mengemban tiga tugas utama yang tersirat dalam lambang sinar ini:
- Menebar Kasih Sayang Universal. Warga PSHT harus senantiasa memancarkan kasih sayang kepada semua makhluk hidup tanpa terkecuali. Filosofi ini terangkum dalam pepatah Jawa "Asih sapono padane tumitah", yang berarti saling mengasihi sesama makhluk ciptaan Tuhan.
- Menciptakan Kedaman. Sinar yang terang benderang melambangkan kewajiban untuk menciptakan suasana yang tenteram, damai, dan bermanfaat bagi lingkungan. Ini adalah perwudujuan dari konsep luhur "memayu hayuning bawono", yaitu tugas suci manusia untuk menjaga dan memperindah tatanan dunia.
- Memberi Tanpa Pamrih. Sejalan dengan konsep cinta kasih, pancaran sinar ini juga menegaskan kembali bahwa segala bentuk kebaikan dan kasih sayang harus diberikan dengan tulus ikhlas, tanpa pernah mengharapkan imbalan apa pun.
Hukum Tabur Tuai: "Ngunduh Wohing Pakerti"
Makna hukum karma atau hukum sebab-akibat dijelaskan lebih dalam melalui falsafah "Manungso iku bakal ngunduh wohing pakerti", yang berarti "manusia pada akhirnya akan memetik buah dari perbuatannya sendiri". Pepatah Jawa yang lebih rinci menggambarkannya dengan indah:
"Sing sopo nandur pari bakal ngunduh pari, sing sopo nandur becik bakal ngunduh becik, sing sopo nandur olo bakal ngunduh olo."
Artinya, siapa yang menanam padi akan menuai padi, siapa yang menanam kebaikan akan menuai kebaikan, dan siapa yang menanam keburukan akan menuai keburukan. Prinsip timbal balik ini mengajarkan pelajaran sederhana namun mendasar: jika tidak ingin disakiti, maka janganlah menyakiti orang lain.
Jumlah Sinar pada Lambang PSHT
Jumlah keseluruhan sinar putih yang memancar dari jantung hati pada lambang PSHT adalah 66 pancaran. Sinar-sinar ini memancar ke segala arah, melambangkan cahaya ajaran luhur Setia Hati Terate yang menyebar untuk menerangi dunia. Arah pancarannya yang mencakup empat penjuru mata angin (timur laut, tenggara, barat daya, dan barat laut) memiliki makna yang selaras dengan filosofi 'empat kiblat', yaitu sebagai pedoman dalam menempuh kehidupan. Dengan demikian, 66 sinar ini menjadi simbol visual dari harapan agar ajaran PSHT dapat menjadi penerang bagi seluruh umat manusia di segala penjuru.
d. Bunga Terate: Tunas Kehidupan
- Melambangkan: Ketahanan hidup di mana saja; walaupun tinggal biji, akan tetap bertunas dan hidup.
-
Artinya:
- Persaudaraan Setia Hati Terate diharapkan dapat berdiri dan berkembang di mana saja.
- Manusia Persaudaraan Setia Hati Terate mempunyai sikap kehidupan yang dinamis, bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungannya tanpa terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik.
-
Bunga Terate terdiri dari Kuncup, Setengah Mekar dan Mekar:
- Artinya: Warga dan Siswa Persaudaraan Setia Hati Terate terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Dari lapisan masyarakat terendah sampai masyarakat tertinggi, tanpa membedakan golongan, politik, kekayaan dan sebagainya.
Asal Usul Nama dan Lambang Kebanggaan
Menurut para pini sepuh, nama "Terate" bukanlah sekadar nama bunga, melainkan sebuah petunjuk ilahi yang diterima oleh para pendahulu. Nama ini dipilih dengan harapan agar ajaran Setia Hati dapat kekal abadi selamanya, layaknya bunga Terate yang agung. Oleh karena itu, Terate menjadi lambang kesucian dan kebanggaan bagi setiap Warga. Keindahannya adalah cerminan dari sikap simpati, sementara kemegahannya adalah wujud dari kewibawaan yang harus dimiliki.
Filosofi Adaptasi dalam Pergaulan
Kemampuan Terate untuk hidup di mana saja melahirkan sebuah pedoman hidup dalam pergaulan yang tercermin dalam falsafah luhur Jawa. Seorang Warga SH Terate hendaknya mampu menempatkan diri di semua lapisan masyarakat dengan bijaksana:
Kumpul karo wong sugih, ora katon mlarate.
(Berkumpul dengan orang kaya, tidak menampakkan kemiskinannya.)
Kumpul karo wong bodho, ora katon minteri.
(Berkumpul dengan orang bodoh, tidak menggurui atau sok pintar.)
Kumpul karo wong pinter, ora inggah-inggih.
(Berkumpul dengan orang pandai, tidak minder atau rendah diri.)
Falsafah ini mengajarkan tentang keluwesan, rasa percaya diri, dan kerendahan hati yang harus menjadi karakter insan Setia Hati Terate.
Kemurnian Terate: Tetap Suci di Lingkungan Apapun
Salah satu keistimewaan bunga Terate adalah kemampuannya untuk tetap tumbuh bersih dan indah menawan meskipun hidup di air berlumpur dan kotor. Ini adalah metafora yang sangat kuat: seorang Warga SH Terate diharapkan menjadi suri tauladan di lingkungannya. Ketika berada di tengah lingkungan "kelam" yang penuh dengan keburukan, insan Terate tidak boleh ikut terjerumus. Sebaliknya, ia harus mampu menjadi agen perubahan yang membawa cahaya kebaikan, tanpa terkotori oleh lumpur di sekitarnya.
Simbol Pencapaian Jiwa yang Sempurna
Jauh sebelum menjadi lambang PSHT, bunga Terate (atau lotus) telah diakui dalam tradisi kuno, terutama oleh masyarakat Tiongkok dan India, sebagai simbol pencapaian spiritual yang sempurna. Bunga ini melambangkan jiwa manusia yang berhasil mencapai pencerahan setelah melalui berbagai cobaan di dunia yang fana. Dalam konteks ini, Terate mengajarkan bahwa setiap Warga harus memiliki jiwa yang kharismatik dan mampu menjaga kehormatan diri, keluarga, dan organisasi dalam menghadapi segala tantangan hidup untuk mencapai kesempurnaan.
e. Dasar Hitam
- Melambangkan: Kekekalan dan keabadian.
- Artinya: Persaudaraan yang dijalin antara sesama Warga, sesama Siswa dan sebaliknya adalah kekal, abadi, lahir batin.
Dasar Hitam: Simbol Kesabaran yang Mendalam
Selain kekekalan, warna dasar hitam adalah lambang kesabaran (sabar). Ajaran Setia Hati Terate secara tegas membedakan antara kesabaran dan kelemahan, yang dapat diuji melalui cara seseorang merespons sebuah gangguan.
- Orang Sabar: Adalah ia yang memiliki kemampuan untuk melawan atau mengalahkan suatu gangguan (misalnya seorang pemabuk), namun memilih untuk tidak melakukannya karena pengendalian diri dan pengertian yang mendalam. Reaksinya bukan amarah, melainkan rasa iba dan kasihan.
- Orang Lemah: Adalah ia yang tidak melawan karena tidak memiliki kemampuan. Reaksi yang timbul dari ketidakberdayaannya adalah rasa jengkel dan sakit hati.
Analogi Samudra: Wujud Kesabaran Warga PSHT
Kesabaran seorang insan Setia Hati Terate diibaratkan seluas dan sedalam samudra.
- Penerimaan Tanpa Batas: Samudra senantiasa menerima segala macam kotoran, bangkai, sampah, racun, dan lumpur tanpa pernah menolaknya. Namun, ia tidak pernah menjadi kotor dan tetap menunjukkan keindahannya.
- Memberi Kebaikan: Meskipun menerima hal-hal buruk, samudra justru memberikan kembali harta karun yang tak ternilai bagi kehidupan, seperti ikan, mutiara, garam, hingga air hujan yang menyuburkan daratan.
- Kemarahan yang Suci: Jika samudra mengamuk (misalnya tsunami), penyebabnya bukanlah dari dalam dirinya sendiri, melainkan karena faktor eksternal yang dahsyat seperti badai atau gempa bawah laut. Begitu pula dengan seorang Warga yang sabar; jika ia sampai marah, kemarahannya bukanlah karena dorongan nafsu pribadi, melainkan semata-mata karena membela kebenaran di jalan Tuhan.
Kekekalan Persaudaraan dan Ilmu
Warna hitam sebagai simbol kekekalan memiliki makna yang lebih spesifik dalam konteks Persaudaraan Setia Hati Terate.
- Persaudaraan Hakiki: Ikatan persaudaraan yang terjalin dianggap lebih erat dari saudara kandung.
- Ilmu yang Abadi: Kekekalan yang sesungguhnya terletak pada ilmu dan ajaran yang diwariskan, yang tidak akan pernah lekang oleh waktu.
- Keanggotaan Seumur Hidup: Konsep ini melahirkan sebuah prinsip bahwa di dalam Setia Hati Terate tidak ada istilah "mantan Warga". Sekali disahkan, seseorang akan menjadi saudara selamanya.
Warna Hitam sebagai Simbol Keunggulan
Pada tingkat makna tertinggi, warna hitam merupakan esensi dari keabadian dan keunggulan (unggul). Ini menjadi sebuah seruan bagi setiap Warga Persaudaraan Setia Hati Terate untuk tidak hanya menjadi manusia yang sabar, tetapi juga untuk terus berjuang menjadi insan yang unggul dalam setiap bidang kehidupan yang digelutinya, sambil senantiasa menjaga tali persaudaraan agar tetap kekal.
f. Tulisan "Persaudaraan"
- Melambangkan: Persaudaraan.
- Artinya: Persaudaraan Setia Hati Terate dalam membina siswa dan warganya yang diutamakan adalah kekalnya tali persaudaraan; pencak silat hanyalah merupakan sarana saja.
Hakikat Persaudaraan: Ikatan Lahir Batin
Tulisan "Persaudaraan" adalah fondasi utama dari ajaran Setia Hati Terate. Makna yang terkandung di dalamnya lebih dari sekadar persahabatan, melainkan sebuah ikatan batin yang erat dan tidak terpisahkan hingga akhir hayat.
- Perasaan Senasib: Ikatan ini lahir dari perasaan senasib sepenanggungan yang ditempa selama proses latihan. Hal ini menumbuhkan sebuah kepekaan rasa yang mendalam, di mana "bila satu Warga sakit, maka yang lain akan merasakan sakit juga."
Persaudaraan Tanpa Batas: Kesetaraan dalam Perbedaan
Prinsip persaudaraan di dalam Setia Hati Terate dijunjung sangat tinggi dengan berpegang pada nilai-nilai kesetaraan.
- Sama Rata dan Sederajat: Persaudaraan tidak memandang latar belakang. Tidak ada perbedaan berdasarkan suku, agama, jabatan, kekayaan, ataupun tingkat keilmuan (Warga Tingkat I, II, maupun III). Semuanya dianggap sama dan setara.
- Saling Menghargai: Meskipun setara, ditekankan pula sikap untuk saling menghargai dan menghormati posisi masing-masing. Kesetaraan tidak menghilangkan adab kesopanan dan kebaktian kepada yang lebih tua atau senior.
- Pembeda Hakiki: Pada akhirnya, diajarkan bahwa di mata Tuhan Yang Maha Esa, satu-satunya hal yang membedakan derajat manusia adalah tingkat ketaqwaannya.
Mengapa "Persaudaraan" Menjadi Fondasi Utama?
Alasan "Persaudaraan" menjadi kata kunci utama, bahkan tidak dicantumkan tulisan "Pencak Silat" pada lambang, adalah karena falsafah berikut:
- Tidak Ada Istilah Pensiun: Di dalam Setia Hati Terate tidak dikenal adanya "pensiunan" atau "mantan Warga". Sekalipun seorang Warga sudah berusia lanjut (jompo) dan tidak mampu lagi mempraktikkan pencak silat, ia tetaplah seorang saudara yang dihormati.
- Kearifan di Atas Kekuatan Fisik: Bagi Warga yang sudah sepuh, bukan lagi kekuatan fisiknya yang dicari, melainkan kebijaksanaan dan nasihat luhurnya (pitutur-pitutur) yang dianggap sangat berharga bagi generasi penerus.
- Pencak Silat sebagai Sarana: Ini menegaskan kembali bahwa pencak silat hanyalah sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu terjalinnya ikatan persaudaraan yang kekal dan abadi.
g. Tulisan "Setia Hati"
- Melambangkan: Kesetiaan pada hati.
- Artinya: Manusia Persaudaraan Setia Hati Terate diharapkan memiliki rasa setia terhadap hatinya sendiri / percaya pada dirinya sendiri.
Makna Mendalam: Dari Keteguhan Hati Menuju Taqwa
Lebih dari sekadar loyalitas, "Setia" dalam konteks ini bermakna keteguhan hati, sebuah pendirian yang kokoh dan tidak goyah oleh bujukan apa pun. Tujuannya adalah untuk membentuk insan PSHT yang mampu menjauhkan diri dari sifat munafik.
Filosofi ini kemudian berlanjut lebih dalam. "Hati" dipandang sebagai lambang kebenaran. Dengan demikian, "Setia pada Hati" berarti setia pada kebenaran itu sendiri. Kesetiaan pada kebenaran ini adalah wujud dari iman, yang pada hakikatnya adalah iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Taqwa). Penting untuk dipahami bahwa "Setia Hati" bukanlah "Suci Hati", karena konsep kesetiaan pada kebenaran inilah yang menjadi fondasi utama ajaran.
Falsafah Manusia yang Tak Terkalahkan
Inti dari ajaran Setia Hati terangkum dalam falsafah agung yang menjadi pegangan setiap warganya:
"Manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan, namun manusia tidak dapat dikalahkan, selama manusia itu percaya pada dirinya sendiri dan mengamalkan ke-Setia-an Hatinya."
Falsafah ini mengajarkan bahwa kekalahan sejati bukanlah tentang kehancuran fisik, melainkan tentang runtuhnya keyakinan dan prinsip dari dalam diri. Selama seorang insan PSHT berpegang teguh pada kebenaran di hatinya, ia tidak akan pernah benar-benar terkalahkan.
Analogi Kemenangan Sejati Seorang Kesatria
Seorang Warga PSHT yang sedang mengembara dan dihadang oleh segerombolan perampok. Dengan bekal kepercayaan diri dan ilmu "ke-SH-an"-nya, ia terpaksa melawan dengan gagah berani. Walaupun secara jumlah ia tidak seimbang dan pada akhirnya mungkin gugur dalam pertarungan, ia sejatinya tidaklah kalah.
Kemenangan sejatinya tidak diukur dari hasil akhir pertarungan fisik, melainkan dari keberaniannya untuk melawan kezaliman dengan berpegang pada prinsip kebenaran. Dalam situasi tersebut, ia adalah seorang kesatria yang telah meraih kemenangan terbesar, yaitu kemenangan atas rasa takut di dalam dirinya sendiri.
h. Tulisan "Terate"
- Mengambil pengertian dari Bunga Terate.
Asal Usul Historis Nama "Terate"
Nama "Terate" yang melekat pada organisasi memiliki jejak sejarah yang penting dan tidak dipilih secara sembarangan.
- Pengusul Nama: Nama "Terate" pertama kali diusulkan oleh Bapak Soeratno Soerengpati, seorang tokoh Pergerakan Indonesia Muda yang juga merupakan Warga SH.
- Persetujuan: Usulan ini kemudian diterima dan disetujui oleh pendiri, Ki Hadjar Hardjo Oetomo, karena beliau meyakini nama tersebut sangat selaras dengan azas dan tujuan organisasi.
Filosofi di Balik Nama "Terate"
Ki Hadjar Hardjo Oetomo memandang bunga Terate sebagai cerminan ideal bagi seorang Warga Setia Hati Terate. Harapannya adalah agar setiap Warga dapat meneladani filosofi bunga tersebut.
- Karakter Unik: Bunga Terate memiliki kekhasan, keindahan, dan kharisma tersendiri yang membedakannya dari bunga lain.
- Nilai Manfaat: Sebagaimana bunga Terate yang bermanfaat, seorang Warga diharapkan dapat memberikan manfaat positif bagi organisasi dan masyarakat luas.
- Kesadaran Diri: Ajaran "Terate" menuntut seorang Warga untuk menyatukan sifat, perilaku, dan pemahaman tentang alam semesta. Kesadaran bahwa hidup tidaklah abadi seharusnya melahirkan pribadi yang arif, bijaksana, jujur, adil, dan mampu mengayomi sesama tanpa memandang suku, agama, maupun golongan.
Makna Warna Kuning dan Falsafah Keabadian
Tulisan "TERATE" pada lambang diwarnai dengan warna kuning, yang memiliki makna simbolis tersendiri.
- Kejayaan dan Keagungan: Warna kuning adalah lambang kejayaan, kebesaran, dan keagungan. Ini adalah doa dan harapan agar di mana pun Setia Hati Terate berada, ia harus tetap jaya dan terus berkembang.
- Falsafah Matahari: Simbolisme ini diperkuat oleh falsafah agung Setia Hati Terate yang berbunyi:
"Selama matahari masih bersinar dan selama bumi masih dihuni manusia, maka selama itu pula Setia Hati Terate tetap jaya abadi selama-lamanya."
i. Pita Tegak berwarna Merah di atas Putih
- Melambangkan: Keberanian atas dasar kesucian.
- Artinya: Manusia Persaudaraan Setia Hati Terate adalah seorang pemberani atas dasar kesucian. Berani karena benar, takut karena salah.
Menegakkan Keadilan Tanpa Pandang Bulu
Lebih dari sekadar semboyan, pita tegak ini adalah simbol dari sikap seorang Warga Setia Hati Terate yang harus senantiasa berdiri tegak di atas kebenaran dan keadilan. Ini mengandung makna bahwa seorang insan PSHT harus mampu bersikap adil dan tidak memihak, atau "berdiri di tengah".
Prinsip ini menuntut sebuah integritas yang tinggi, di mana kebenaran harus dibela sekalipun kebenaran itu ada pada pihak orang lain. Ajaran ini secara tegas menyatakan: sekali salah tetap salah, walaupun itu adalah saudara sendiri. Tindakan mulia dalam menegakkan kebenaran ini pun harus dilandasi oleh kesucian hati, yaitu dilakukan tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan ataupun pujian.
Filosofi Keberanian Sejati
Ajaran Setia Hati Terate mendefinisikan kembali makna "berani". Keberanian seorang kesatria bukanlah tindakan brutal atau keinginan untuk mencari bahaya. Sebaliknya, ditegaskan bahwa:
- Keberanian lahir dari kesabaran, bukan dari emosi sesaat.
- Keberanian tanpa pengertian adalah brutalitas. Bahaya bukanlah untuk dicari, melainkan sedapat mungkin dihindari.
- Orang yang benar-benar berani adalah ia yang mencintai kehidupan, menganggapnya sebagai pusaka yang tak ternilai.
Arti keberanian yang sesungguhnya adalah kemauan untuk mempelopori perlawanan terhadap kebatilan. Seorang Warga PSHT yang berani tidak akan membiarkan orang-orang yang lemah dan tidak berdaya ditindas hak-haknya. Falsafah ini ditutup dengan sebuah pengingat abadi: kebatilan akan terus merajalela selama kebenaran tidak berani bangkit untuk melawannya.
j. Senjata Persilatan
- Melambangkan: Senjata atau sarana untuk mempertahankan diri.
- Artinya: Sekcil-kecilnya makhluk atau selemah-lemah makhluk tentu mempunyai kekuatan atau peralatan untuk melindungi diri. Demikian juga manusia Persaudaraan Setia Hati Terate mempunyai kewajiban untuk melindungi diri, negara dan bangsanya; melindungi tanah tumpah darahnya yang tercinta apabila ada yang mengganggu baik dari dalam maupun dari luar.
Pencak Silat: Warisan Budaya dan Benteng Jiwa Bangsa
Simbol senjata secara mendasar merepresentasikan Pencak Silat. Dalam ajaran Setia Hati Terate, Pencak Silat dipandang lebih dari sekadar ilmu bela diri, melainkan sebagai pilar kebudayaan bangsa.
- Warisan Luhur: Pencak Silat adalah budaya asli bangsa Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang dan wajib dilestarikan.
- Tujuan Pelestarian: Tujuannya adalah untuk membekali jiwa bangsa Indonesia agar menjadi pribadi yang kuat, beradab, dan bermartabat.
- Falsafah Kunci: Landasan dari pelestarian ini adalah keyakinan bahwa, "bangsa yang kehilangan kebudayaannya adalah bangsa yang terjajah jiwanya."
Filosofi Pertahanan Diri dan Etika Penggunaannya
Meskipun seorang Warga diutamakan untuk bersikap sabar dan baik hati, ia tetap wajib memiliki kemampuan membela diri. Sama seperti negara makmur yang tetap memerlukan tentara untuk menjaga kedaulatannya, seorang insan SH Terate memerlukan kemampuan bela diri untuk menjaga kehormatannya. Namun, penggunaan kekuatan ini diatur dalam hierarki etika yang sangat ketat:
- Tingkat Pertama: Lisan (Nasihat). Ancaman harus selalu dihadapi dengan dialog dan nasihat terlebih dahulu.
- Tingkat Kedua: Bela Diri Tangan Kosong. Jika lisan tidak lagi mampu membendung ancaman, barulah bela diri tangan kosong digunakan.
- Tingkat Terakhir: Senjata Fisik. Senjata adalah pilihan pamungkas yang hanya boleh digunakan ketika jiwa benar-benar terancam dan tidak ada pilihan lain.
Dua Hakikat Senjata: Fisik dan Sejati
Ajaran Setia Hati Terate mengenal dua hakikat senjata yang saling melengkapi.
- Senjata Fisik: Merupakan alat pertahanan diri terakhir yang digunakan untuk membela kebenaran dari kekacauan. Jenis-jenisnya antara lain:
- Toyak
- Caluk / Rambik
- Belati
- Pedang
- Tri Sula
- Senjata Sejati: Namun, diajarkan bahwa senjata sesungguhnya bukanlah benda-benda fisik tersebut. Senjata sejati seorang insan Setia Hati Terate adalah jiwa dan raganya sendiri. Setiap jengkal tubuhnya, yang ditempa melalui latihan dan didasari kesucian hati, adalah benteng pertahanan diri yang paling utama.
Makna Warna Kuning: Simbol Ilmu yang Abadi
Dalam lambang, senjata diwarnai dengan warna kuning yang memiliki makna filosofis mendalam, ibarat cahaya matahari yang tak pernah padam.
- Kejayaan Abadi: Warna kuning melambangkan bahwa ilmu dan bekal (bela diri, kebatinan, persaudaraan) dalam diri seorang Warga akan tetap jaya dan abadi selamanya.
- Regenerasi: Keabadian ilmu ini dipastikan melalui proses regenerasi, di mana cahaya pengetahuan akan selalu diwariskan dan terus memancar kepada adik-adik siswa dari generasi ke generasi.
Materi Arti Lambang PSHT (Format PDF)
Perjalanan untuk memahami filosofi luhur Setia Hati Terate adalah sebuah proses berkelanjutan. Agar setiap makna dapat terus diresapi dan menjadi bekal dalam setiap langkah seorang Warga SH Terate, seluruh penjabaran ini telah dirangkum dalam sebuah dokumen PDF. Dokumen ini selayaknya menjadi pedoman saku untuk dibawa, dipelajari, dan direnungkan, guna memastikan ajaran luhur senantiasa dekat di hati.
Salam Persaudaraan
PSHT Jaya
PSHT Jaya
Post a Comment