Rumus Urugan Tanah Kembali (Backfill)
Table of Contents
Volume Urugan Tanah Kembali
Estimasi volume galian, kebutuhan material urugan, dan surplus/defisit tanah.
Rumus Urugan Tanah Kembali (Backfill)
Urugan tanah kembali (backfill) adalah proses penempatan kembali material tanah atau material pengganti ke dalam area galian setelah pekerjaan konstruksi bawah tanah selesai, seperti pondasi, dinding penahan, saluran utilitas, atau struktur bawah tanah lainnya. Proses ini dilakukan untuk mengembalikan kondisi permukaan tanah mendekati keadaan semula, sekaligus memberikan dukungan struktural pada konstruksi yang telah dipasang.
Dalam konteks teknik sipil, urugan tanah kembali berbeda dengan urugan tanah awal (fill). Fill umumnya mengacu pada penambahan material tanah untuk menaikkan elevasi atau membentuk permukaan baru pada area yang belum pernah digali, sedangkan backfill dilakukan khusus setelah pekerjaan galian selesai untuk mengisi kembali ruang kosong di sekitar atau di atas struktur yang telah terpasang.
Kegunaan Urugan Tanah Kembali pada Proyek Bangunan, Jalan, dan Infrastruktur
Proses backfill memiliki peran penting di berbagai sektor konstruksi, antara lain:
- Pekerjaan Bangunan Gedung - mengisi kembali area di sekitar pondasi setelah pengecoran, sekaligus menjaga kestabilan tanah agar pondasi tidak mengalami pergeseran.
- Konstruksi Jalan dan Jembatan - mengisi galian saluran drainase, pipa utilitas, atau ruang di sekitar abutment jembatan untuk memastikan daya dukung yang memadai.
- Infrastruktur Utilitas - seperti instalasi pipa air bersih, pipa gas, kabel bawah tanah, dan saluran pembuangan, yang memerlukan urugan kembali setelah pemasangan untuk melindungi utilitas dari kerusakan dan menjaga kestabilan permukaan jalan atau lahan.
Dengan demikian, urugan tanah kembali tidak hanya berfungsi sebagai langkah akhir dalam pekerjaan galian, tetapi juga menjadi bagian integral dari sistem pendukung struktur yang memengaruhi keamanan dan umur layanan konstruksi.
Perbedaan Urugan Tanah Awal (Fill) dan Urugan Tanah Kembali (Backfill)
Walaupun keduanya sama-sama melibatkan penambahan material tanah, terdapat beberapa perbedaan mendasar yang perlu dipahami:
Aspek | Urugan Tanah Awal (Fill) | Urugan Tanah Kembali (Backfill) |
---|---|---|
Tujuan | Membentuk atau meninggikan elevasi permukaan. | Mengisi kembali galian setelah pemasangan struktur. |
Waktu Pelaksanaan | Dilakukan sebelum pemasangan struktur. | Dilakukan setelah pemasangan struktur selesai. |
Sumber Material | Biasanya tanah baru dari luar lokasi proyek. | Bisa menggunakan tanah hasil galian yang memenuhi syarat atau material pengganti. |
Fungsi Struktural | Membentuk permukaan kerja atau area bangunan. | Menjaga kestabilan dan melindungi konstruksi bawah tanah. |
Pemahaman yang tepat terhadap perbedaan ini penting agar proses perhitungan volume, pemilihan material, dan metode pemadatan dapat dilakukan dengan benar sesuai standar teknis.
Fungsi Urugan Tanah Kembali
Urugan tanah kembali (backfill) tidak sekadar menjadi tahapan penutup dalam pekerjaan galian, melainkan memiliki fungsi teknis yang sangat penting dalam menjamin keberhasilan konstruksi. Proses ini berkontribusi langsung terhadap kekuatan, kestabilan, dan ketahanan struktur terhadap pengaruh lingkungan.
Secara umum, fungsi backfill dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Mengembalikan Kontur Tanah Setelah Galian Pondasi atau Utilitas
Setelah proses penggalian untuk pondasi, saluran, atau instalasi utilitas selesai, kondisi permukaan tanah biasanya berada di bawah elevasi desain akhir. Urugan tanah kembali dilakukan untuk mengembalikan elevasi tanah ke posisi yang direncanakan, sehingga permukaan lahan atau struktur dapat digunakan sesuai fungsi.
- Pada proyek bangunan, urugan kembali memastikan lantai dasar memiliki elevasi sesuai gambar rencana.
- Pada konstruksi jalan, urugan kembali membantu membentuk lapisan dasar (subgrade) yang rata dan stabil sebelum lapisan perkerasan dipasang.
2. Memberikan Dukungan Struktural pada Pondasi atau Dinding Penahan
Material urugan yang dipadatkan secara optimal berfungsi sebagai media penahan beban horizontal dan lateral pada struktur, seperti dinding penahan tanah (retaining wall), basement, dan pondasi telapak.
- Pemadatan yang baik mencegah terjadinya pergeseran tanah yang dapat mengakibatkan retakan pada dinding.
- Urugan kembali yang benar dapat mendistribusikan tekanan tanah secara merata pada struktur, mengurangi risiko kegagalan konstruksi akibat tekanan tidak seimbang.
3. Meningkatkan Kestabilan Tanah di Sekitar Struktur
Tanah hasil urugan kembali yang memiliki kepadatan sesuai standar akan meningkatkan daya dukung tanah dan mencegah penurunan diferensial (differential settlement).
- Pada proyek saluran drainase, backfill yang padat dapat mencegah pergeseran pipa akibat erosi atau aliran air di sekitar sambungan.
- Pada jalan dan trotoar, urugan kembali mencegah kerusakan permukaan akibat pemadatan yang tidak seragam.
4. Melindungi Utilitas Bawah Tanah dari Kerusakan
Selain memberikan dukungan struktural, backfill juga berfungsi melindungi pipa, kabel, dan saluran dari beban berlebih atau benturan yang dapat menyebabkan kerusakan. Dalam beberapa kasus, lapisan pasir halus atau bedding digunakan sebagai bagian awal urugan sebelum material tanah biasa ditambahkan, untuk meminimalkan risiko goresan atau retak pada utilitas.
5. Memenuhi Persyaratan Teknis dan Standar Konstruksi
Banyak standar konstruksi, termasuk SNI Pekerjaan Tanah dan rekomendasi Kementerian PUPR, mensyaratkan bahwa pekerjaan urugan kembali harus mencapai kepadatan minimal 90-95% MDD (Maximum Dry Density) berdasarkan uji Proctor Test. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa tanah urugan memiliki sifat mekanis yang memadai untuk mendukung beban yang direncanakan.
Faktor yang Mempengaruhi Volume Urugan Tanah
Volume urugan tanah kembali (backfill volume) dalam proyek konstruksi tidak hanya ditentukan oleh dimensi geometris galian, tetapi juga oleh karakteristik fisik tanah dan metode pelaksanaan di lapangan. Memahami faktor-faktor ini sangat penting agar hasil perhitungan volume lebih akurat dan tidak menimbulkan kekurangan atau kelebihan material yang berdampak pada biaya serta mutu pekerjaan.
Berikut adalah faktor utama yang memengaruhi volume urugan tanah kembali:
1. Kepadatan Tanah (Soil Compaction)
Kepadatan tanah adalah tingkat kerapatan butiran tanah dalam suatu volume tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan kg/m³ atau % MDD (Maximum Dry Density).
- Semakin tinggi kepadatan yang diinginkan, semakin banyak energi pemadatan yang diperlukan, dan biasanya volume material yang dibutuhkan menjadi lebih besar dibandingkan perhitungan geometri awal.
- Standar SNI dan rekomendasi Kementerian PUPR umumnya mensyaratkan kepadatan minimal 90-95% MDD hasil Proctor Test untuk pekerjaan konstruksi struktural.
2. Kadar Air Tanah (Moisture Content)
Kadar air memengaruhi sifat plastis, kohesi, dan berat isi tanah.
- Kadar air optimal diperlukan agar tanah dapat dipadatkan secara maksimal.
- Jika kadar air terlalu tinggi, tanah menjadi lembek dan sulit dipadatkan sehingga memerlukan pengeringan atau penambahan material.
- Jika kadar air terlalu rendah, butiran tanah sulit menyatu sehingga pemadatan tidak optimal.
Hubungan kadar air dengan kepadatan biasanya digambarkan dalam kurva Proctor, di mana terdapat titik optimum moisture content (OMC).
3. Jenis Tanah
Karakteristik jenis tanah sangat menentukan volume dan teknik pelaksanaan urugan kembali.
- Tanah Lempung (clay) - memiliki daya ikat tinggi tetapi rentan terhadap perubahan volume akibat kadar air (shrink-swell).
- Tanah Pasir (sand) - mudah dipadatkan tetapi memerlukan pengendalian kelembapan agar stabil.
- Laterit - umum di daerah tropis, memiliki kandungan besi dan aluminium tinggi, cukup stabil bila dipadatkan dengan kadar air tepat.
- Kerikil atau Batu Pecah - digunakan sebagai urugan struktural untuk daya dukung tinggi, tetapi memerlukan kontrol penyusunan lapisan (layering).
4. Koefisien Pemadatan dan Swell Factor
Dua faktor ini menjadi kunci dalam mengonversi volume galian ke volume urugan kembali:
- Koefisien Pemadatan (Compaction Factor) - rasio antara volume tanah setelah dipadatkan dengan volume dalam keadaan lepas.
- Nilai umumnya: 0,85-0,95 tergantung jenis tanah.
- Swell Factor - persentase pertambahan volume tanah saat digali karena pelepasan tekanan dan perubahan susunan butiran.
- Contoh: tanah lempung memiliki swell factor 20-40%, sedangkan pasir biasanya hanya 10-15%.
Kedua faktor ini harus dipertimbangkan agar perhitungan volume urugan kembali sesuai kondisi aktual lapangan.
5. Kondisi Lapangan dan Metode Pelaksanaan
Selain faktor material, kondisi lokasi kerja juga berpengaruh:
- Ruang kerja sempit atau galian dekat struktur eksisting dapat membatasi metode pemadatan.
- Penggunaan alat berat seperti vibratory roller, tamping rammer, atau plate compactor memengaruhi efisiensi pemadatan dan volume tanah yang dibutuhkan.
Rumus Perhitungan Volume Urugan Tanah Kembali
Perhitungan volume urugan tanah kembali (backfill volume) bertujuan untuk menentukan jumlah material yang dibutuhkan untuk mengisi kembali galian di sekitar atau di atas konstruksi bawah tanah. Perhitungan ini melibatkan rumus volume dasar yang disesuaikan dengan faktor teknis lapangan, seperti bentuk galian, faktor pemadatan (compaction factor), dan swell factor atau shrinkage factor.
1. Rumus Dasar Volume
Untuk galian berbentuk balok atau prisma tegak, rumus volume urugan kembali dapat ditentukan dengan persamaan sederhana:
Keterangan:
- Panjang (P) = panjang galian (m)
- Lebar (L) = lebar galian (m)
- Tinggi (T) = kedalaman atau tinggi urugan (m)
- Satuan hasil volume biasanya dalam m³ (meter kubik).
2. Penyesuaian untuk Bentuk Galian Tidak Beraturan
Jika galian berbentuk trapesium, silinder, atau kombinasi bentuk, maka digunakan rumus geometri yang sesuai:
Trapesium:
di mana A1 dan A2 adalah luas penampang atas dan bawah.
Silinder:
Untuk galian dengan kontur tanah tidak teratur, volume dihitung menggunakan metode penampang (cross-section method) atau metode grid berdasarkan pengukuran lapangan.
3. Penyesuaian dengan Faktor Pemadatan (Compaction Factor)
Tanah hasil galian biasanya mengalami pengembangan volume (swell) saat diangkat dari posisi aslinya, dan akan menyusut (shrinkage) setelah dipadatkan kembali. Oleh karena itu, volume geometris harus dikoreksi dengan faktor pemadatan.
Rumus konversi dari volume galian ke volume urugan kembali:
Keterangan:
- Vu = Volume urugan kembali (m³)
- Vg = Volume galian awal (m³)
- Loss Factor = Faktor kehilangan volume akibat pemadatan dan perubahan kadar air (dinyatakan dalam desimal, misal 0,15 untuk 15%).
4. Hubungan Swell Factor dan Shrinkage Factor
Untuk konversi yang lebih detail, digunakan dua parameter teknis:
- Swell Factor (SF) - persentase penambahan volume tanah saat digali.
- Shrinkage Factor (ShF) - persentase penyusutan volume tanah setelah dipadatkan.
Rumus konversinya:
Contoh nilai faktor berdasarkan jenis tanah:
Jenis Tanah | Swell Factor (%) | Shrinkage Factor (%) |
---|---|---|
Lempung (Clay) | 20-40 | 10-15 |
Pasir (Sand) | 10-15 | 5-10 |
Laterit | 15-25 | 8-12 |
5. Satuan dan Penggunaan di Lapangan
- Semua dimensi diubah ke meter untuk konsistensi satuan SI.
- Volume hasil perhitungan digunakan sebagai dasar Rencana Anggaran Biaya (RAB) pekerjaan tanah.
- Hasil volume harus dibandingkan dengan hasil pengukuran aktual di lapangan agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan material.
Contoh Perhitungan Urugan Tanah Kembali
Contoh 1 - Urugan Kembali di Sekitar Pondasi Rumah (Parit Fondasi)
Data dan asumsi:
- Dimensi galian (in-situ): Panjang P = 20,00 m, Lebar L = 0,70 m, Kedalaman T = 1,00 m.
- Volume galian in-situ (volume geometris) Vi = P x L x T.
- Swell factor (SF) untuk tanah lempung ringan diasumsikan = 20% (0,20).
- Shrinkage factor (ShF) - penyusutan dari kondisi lepas ke kondisi dipadatkan diasumsikan = 10% (0,10).
- Asumsi: tanah hasil galian dapat dipakai kembali sebagai material urugan.
Langkah perhitungan (langkah demi langkah):
- Hitung volume in-situ (geometris):
- Vi = 20,00 x 0,70 x 1,00 = 14,00 m³
- Hitung volume lepas (loose) yang dihasilkan setelah penggalian, menggunakan swell factor:
- Vloose = Vi × (1 + SF) = 14,00 x (1 + 0,20)
- Vloose = 14,00 x 1,20 = 16,80 m³
- Hitung volume loose yang dibutuhkan agar setelah dipadatkan menghasilkan volume kompak sama dengan volume void yang harus diisi (yaitu Vi), dengan menggunakan shrinkage factor:
- Jika Vcompacted = Vloose used × (1 - ShF) dan kita ingin Vcompacted = Vi, maka:
- Vloose required = Vi / (1 - ShF) = 14,00 / (1 - 0,10)
- Vloose required = 14,00 / 0,90 = 15,555... ≈ 15,56 m³
- Bandingkan ketersediaan loose (hasil galian) dengan yang dibutuhkan:
- Vloose available = 16,80 m³
- Vloose required = 15,56 m³
- Surplus loose = 16,80 - 15,56 = 1,24 m³
Hasil akhir:
- Volume urugan dipadatkan yang diperlukan (compacted) = 14,00 m³ (mengisi kembali void).
- Volume loose yang harus tersedia/digunakan ≈ 15,56 m³.
- Surplus loose dari penggalian ≈ 1,24 m³ (bisa disebar rata atau dibuang sesuai kebutuhan).
Contoh 2 - Urugan Kembali di Sekitar Pipa Drainase (Trench untuk Pipa)
Data dan asumsi:
- Panjang saluran P = 30,00 m, Lebar galian termasuk ruang kerja L = 1,20 m, Kedalaman T = 1,00 m.
- Jenis tanah: pasir kasar. Asumsi swell factor (SF) = 12% (0,12), shrinkage factor (ShF) = 8% (0,08).
- Tanah hasil galian dapat dipakai kembali untuk backfill setelah pemisahan material bedding dan pasir urugan di sekitar pipa.
Langkah perhitungan:
- Volume in-situ:
- Vi = 30,00 x 1,20 x 1,00 = 36,00 m³
- Volume loose dari penggalian:
- Vloose = Vi x (1 + SF) = 36,00 x 1,12 = 40,32 m³
- Volume loose yang diperlukan agar setelah pemadatan menghasilkan Vi:
- Vloose required = Vi / (1 - ShF) = 36,00 / (1 - 0,08) = 36,00 / 0,92
- Vloose required = 39,1304... ≈ 39,13 m³
- Bandingkan:
- Vloose available = 40,32 m³
- Vloose required = 39,13 m³
- 40,32 - 39,13 = 1,19 m³
- Tersedia surplus loose:
Hasil akhir:
- Volume urugan dipadatkan yang diperlukan = 36,00 m³.
- Volume loose yang harus tersedia/digunakan ≈ 39,13 m³.
- Surplus loose ≈ 1,19 m³.
Contoh 3 - Jika Tanah Hasil Galian Tidak Dapat Dipakai Kembali (Perlu Material Pengganti)
Kasus: gunakan kembali contoh drainase (Vi = 36 m³), tetapi tanah hasil galian tidak layak (kontaminasi / terlalu lempung / terlalu organik), sehingga perlu material urugan baru (borrow fill).
Langkah:
- Kita tetap membutuhkan compacted volume Vcompacted = Vi = 36,00 m³.
- Jika material pengganti diliefer dalam kondisi loose pada supplier dan memiliki shrinkage factor (ShF) sama 8%, maka loose volume yang harus diangkut ke lokasi:
- Vloose to import = Vcompacted / (1 - ShF) = 36,00 / 0,92 ≈ 39,13 m³
- Catatan praktis: supplier sering menawar berdasarkan bank cubic meter (BCM) atau loose m³. Pastikan satuan yang disepakati, apakah pengukuran pada kondisi bank (in-situ), loose, atau compacted - agar tidak terjadi perbedaan kuantitas saat pengiriman.
Pendekatan Alternatif: Menggunakan Compaction Factor (CF)
Beberapa spesifikasi lapangan memakai compaction factor (CF) yang menyatakan perbandingan volume compacted terhadap volume loose (CF = Vcompacted / Vloose). Nilai CF biasanya < 1 (mis. 0,90-0,98).
Jika diketahui CF, maka:
- Vloose required = Vcompacted / CF
Contoh singkat (pondasi, Vi = 14 m³) dengan CF = 0,95:
- Vloose required = 14,00 / 0,95 = 14,7368... ≈ 14,74 m³
Bandingkan dengan metode shrinkage factor sebelumnya (15,56 m³) - perbedaan muncul karena definisi faktor yang digunakan berbeda; pilih satu metode yang konsisten sesuai spesifikasi proyek.
Ringkasan Praktis dan Tips Perhitungan
- Langkah minimal untuk menghitung kebutuhan material urugan kembali:
- Hitung volume in-situ (geometri galian) → Vi.
- Tentukan apakah tanah hasil galian bisa dipakai; jika ya, ukur/ambil swell factor dan shrinkage factor atau compaction factor dari data jenis tanah / laboratorium.
- Hitung volume loose available dan volume loose required untuk mengecek kecukupan.
- Jika tidak cukup, hitung jumlah material pengganti yang harus diimpor.
- Selalu catat satuan (pakai meter dan m³).
- Verifikasi di lapangan: pengukuran aktual (survey) sering menghasilkan perbedaan dengan perhitungan gambar karena kondisi ekskavasi, kontur tidak beraturan, atau material organik yang dihapus.
- Kaitkan perhitungan dengan syarat Proctor Test dan target kepadatan (mis. 90-95% MDD) agar spesifikasi pemadatan tercapai.
Post a Comment