Panca Dasar Persaudaraan Setia Hati Terate Jalan Menuju Insan Berbudi Luhur
Table of Contents
Panca Dasar Persaudaraan Setia Hati Terate
Jati Diri dan Sejarah Agung Persaudaraan Setia Hati Terate
Memahami esensi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) secara menyeluruh menuntut penelusuran kembali ke akar historis dan ideologisnya. Sejarah PSHT bukanlah sekadar catatan masa lalu, melainkan fondasi hidup yang membentuk karakter, ajaran, dan tujuan organisasi hingga saat ini. Konteks perjuangan kemerdekaan yang melingkupi kelahirannya merupakan DNA yang menanamkan jiwa patriotisme dan ikatan persaudaraan yang tak lekang oleh waktu.
Akar Sejarah: Dari "Setia Hati" Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo hingga Perintisan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo
Sejarah PSHT tidak dapat dipisahkan dari dua tokoh besar yang menjadi sumber mata air ajarannya. Cikal bakal ajaran ini berasal dari Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo, yang pada tahun 1903 mendirikan sebuah perkumpulan bernama "Sedulur Tunggal Kecer" dengan ajaran pencak silat "Joyo Gendelo Tjipto Muljo". Pada tahun 1917, di Desa Winongo, Madiun, perkumpulan ini bertransformasi dan secara resmi bernama "Setia Hati" (SH), dengan tujuan utama mengikat rasa persaudaraan di antara para anggotanya. Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo meletakkan fondasi spiritual dan kebatinan yang menjadi inti dari ajaran "Setia Hati".
Dari rahim Setia Hati inilah lahir seorang tokoh pergerakan kemerdekaan, Ki Hadjar Hardjo Oetomo, yang merupakan salah satu murid kinasih Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo. Beliau melihat bahwa ajaran luhur Setia Hati memiliki potensi besar sebagai alat perjuangan melawan penindasan kolonial. Maka, pada tahun 1922, di Desa Pilangbango, Madiun, Ki Hadjar Hardjo Oetomo mendirikan "Setia Hati Pemuda Sport Club" (SH PSC).
Pendirian SH PSC bukanlah sekadar pengembangan perguruan, melainkan sebuah tindakan revolusioner. Sebagai seorang Pahlawan Perintis Kemerdekaan RI, Ki Hadjar Hardjo Oetomo menjadikan SH PSC sebagai kawah candradimuka untuk menempa para pemuda agar memiliki semangat juang, ketahanan fisik, dan mentalitas pejuang. Penggunaan nama "Pemuda Sport Club" merupakan sebuah siasat cerdas untuk mengelabui pemerintah kolonial Belanda yang menaruh curiga pada setiap perkumpulan pencak silat, yang dianggap berpotensi membangkitkan perlawanan. Dengan demikian, DNA PSHT secara inheren terbentuk dari sintesis unik antara warisan spiritual kebatinan Jawa dari Ki Ageng Soerodiwirjo dan semangat revolusioner anti-kolonial dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo. PSHT adalah sebuah jalan spiritual (laku batin) sekaligus sebuah gerakan kebangsaan (laku kebangsaan).
Evolusi Organisasi: Transformasi dari Perguruan Menjadi Persaudaraan dan Silsilah Kepemimpinan
Seiring dengan perubahan zaman, SH PSC pun mengalami evolusi. Titik balik krusial terjadi pada tahun 1948, ketika organisasi ini bertransformasi dari sebuah "Perguruan" (Paguron) menjadi sebuah "Organisasi" modern di bawah kepemimpinan Soetomo Mangkoedjojo. Langkah ini merupakan adaptasi strategis untuk memungkinkan PSHT berkembang secara lebih terstruktur dan menjangkau wilayah yang lebih luas pasca-kemerdekaan.
Puncak dari evolusi ini terjadi pada kongres pertama yang diselenggarakan di Madiun pada tanggal 25 Maret 1951. Dalam kongres tersebut, nama organisasi secara resmi diubah menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Perubahan nama dari "Pemuda Sport Club" menjadi "Persaudaraan" memiliki makna yang sangat mendalam. Ini menegaskan bahwa inti dari organisasi bukanlah sekadar aktivitas fisik atau olahraga, melainkan sebuah ikatan batin yang tulus dan abadi di antara anggotanya.
Perjalanan PSHT dari masa ke masa dipandu oleh para pemimpin visioner yang tidak hanya menjaga kemurnian ajaran, tetapi juga mampu beradaptasi dengan tantangan zaman. Dari era perjuangan fisik di bawah Ki Hadjar Hardjo Oetomo, formalisasi organisasi oleh Soetomo Mangkoedjojo, hingga ekspansi global dan pembangunan infrastruktur monumental seperti Padepokan Agung di era kepemimpinan Tarmadji Boedi Harsono, setiap era menunjukkan dinamisme strategis yang luar biasa.
Silsilah Kepemimpinan Persaudaraan Setia Hati Terate
No. | Nama Ketua Umum | Periode Jabatan | Kontribusi / Peristiwa Penting |
---|---|---|---|
1. | Soetomo Mangkoedjojo | 1948 - 1956 | Transformasi dari perguruan menjadi organisasi modern. |
2. | Irsad Hadi Widagdo | 1956 - 1958 | Penyempurnaan jurus untuk efektivitas dan akurasi serangan. |
3. | Santoso | 1958 - 1966 | Menjaga kesinambungan organisasi di masa transisi. |
4. | RM. Soetomo Mangkoedjojo | 1966 - 1974 | Periode kedua kepemimpinan, awal ekspansi ke berbagai daerah. |
5. | RM. Imam Koessoepangat | 1974 - 1977 | Dikenal sebagai "Penditho Wesi Kuning", memperkuat fondasi spiritual. |
6. | Badini | 1977 - 1981 | Melanjutkan pengembangan organisasi. |
7. | Tarmadji Boedi Harsono, SE | 1981 - 2014 | Era ekspansi pesat, keanggotaan mencapai jutaan di seluruh dunia, pendirian Yayasan Setia Hati Terate, dan pembangunan Padepokan Agung. |
8. | Richard Simorangkir | 2014 - 2014 | (Plt) Menjabat sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum. |
9. | Arif Suryono | 2014 - 2016 | (Plt) Menjabat sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum. |
10. | Dr. Ir. H. Muhammad Taufiq, SH, M.Sc | 2016 - 2017 | Kepemimpinan hasil Parapatan Luhur 2016. |
11. | Drs. R. Moerdjoko HW | 2017 - Sekarang | Memimpin organisasi dengan lebih dari 300 cabang di dalam dan luar negeri. |
Asas dan Landasan Perjuangan: Berpijak pada Pancasila dan UUD 1945
Sebagai organisasi yang lahir dari semangat perjuangan kemerdekaan, PSHT secara tegas menempatkan dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas organisasi PSHT adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Landasan ini menegaskan komitmen PSHT untuk turut serta menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Selain itu, PSHT bersifat non-afiliasi, artinya tidak terikat pada aliran atau organisasi politik manapun. Sifat netral ini memungkinkan PSHT untuk merangkul seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang suku, ras, agama, maupun golongan politik. Hal ini selaras dengan pilar utamanya, yaitu persaudaraan universal yang melampaui sekat-sekat duniawi.
Falsafah Luhur dan Tujuan Mulia PSHT
Di balik setiap gerakan, jurus, dan tradisi PSHT, tersimpan sebuah falsafah agung dan tujuan mulia yang menjadi jiwa dari organisasi. Memahami "mengapa" di balik semua ajaran adalah kunci untuk meresapi esensi Ke-SH-an. Tanpa pemahaman ini, Panca Dasar hanya akan menjadi serangkaian aktivitas fisik dan mental yang kosong tanpa arah.
Hakikat "Setia Hati": Makna Mendalam tentang Kesetiaan pada Hati Nurani
Nama "Setia Hati" bukanlah sekadar label, melainkan inti dari seluruh ajaran. "Setia Hati" bermakna memiliki keteguhan hati, setia pada janji yang diucapkan, dan menjauhkan diri dari sifat munafik atau kepalsuan. Ini adalah sebuah panggilan untuk senantiasa selaras antara pikiran, perkataan, dan perbuatan, dengan berlandaskan pada suara hati nurani yang suci.
Fondasi ini diejawantahkan dalam falsafah utama PSHT yang berbunyi:
"Manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan, tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama masih percaya pada dirinya sendiri."
Falsafah yang diciptakan oleh Bapak Irsyad ini merupakan penegasan bahwa kekuatan sejati seorang insan tidak terletak pada kekuatan fisik, kekayaan, atau kekuasaan, melainkan pada keteguhan dan kesetiaannya pada hati nuraninya sendiri. Selama seseorang masih berpegang teguh pada kebenaran di dalam hatinya, ia tidak akan pernah benar-benar terkalahkan oleh tantangan seberat apapun.
Tujuan Utama Organisasi: Mendidik Manusia Berbudi Luhur, Tahu Benar dan Salah
Seluruh sistem pendidikan dan pelatihan di dalam PSHT bermuara pada satu tujuan utama yang luhur: "mendidik manusia agar berbudi luhur, tahu benar dan salah, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa". Konsep "Budi Luhur" menjadi prinsip pengorganisasian sentral dari seluruh ajaran PSHT. Ini berarti Panca Dasar (Persaudaraan, Olah Raga, Bela Diri, Kesenian, dan Kerohanian) bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah metodologi terpadu yang dirancang untuk mencapai tujuan tunggal tersebut.
"Budi Luhur" didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang tidak melanggar hukum Tuhan (agama), hukum pemerintah (negara), maupun hukum adat (masyarakat). Manusia berbudi luhur adalah insan yang kehadirannya mampu menciptakan ketentraman dan kedamaian, di mana yang lemah merasa terlindungi dan yang kuat tidak merasa tersaingi.
Perwujudan Budi Luhur ini ditegakkan di atas empat pilar utama, yaitu:
- Berbudi Luhur kepada Tuhan: Menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari dan akan kembali kepada Tuhan, yang diwujudkan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
- Berbudi Luhur kepada Orang Tua dan Guru: Menghormati dan berbakti kepada orang tua yang telah menjadi perantara kehidupan, serta kepada guru yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.
- Berbudi Luhur kepada Diri Sendiri: Menjaga harkat dan martabat diri dengan memenuhi hak-hak jasmani dan rohani, seperti menjaga kesehatan dan menghindari perbuatan yang merusak diri.
- Berbudi Luhur kepada Sesama Makhluk: Menjalin hubungan yang baik, penuh kasih sayang, dan saling menghormati dengan sesama manusia dan seluruh ciptaan Tuhan.
Memayu Hayuning Bawono: Panggilan untuk Menjaga Keindahan dan Keharmonisan Dunia
Jika Budi Luhur adalah kualitas internal yang harus dimiliki setiap warga, maka Memayu Hayuning Bawono adalah manifestasi eksternal dari kualitas tersebut. Falsafah ini merupakan tujuan akhir dari pilar Kerohanian dan menjadi panggilan tugas bagi setiap insan SH Terate.
Secara harfiah, Memayu Hayuning Bawono berarti "memperindah keindahan dunia". Namun, maknanya jauh lebih dalam dari sekadar menjaga estetika. Ini adalah sebuah komitmen dan tanggung jawab aktif untuk turut serta menciptakan, menjaga, dan memelihara kedamaian, keselamatan, keadilan, dan keharmonisan di dunia. Falsafah ini bukanlah konsep pasif yang hanya direnungkan, melainkan sebuah mandat untuk bertindak. Seorang warga PSHT yang telah meresapi ajaran Budi Luhur tidak bisa berdiam diri melihat kerusakan atau ketidakadilan. Ia terpanggil untuk menjadi agen perubahan positif, dimulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga, hingga berkontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan dunia. Ini memperluas peran seorang pendekar dari sekadar pembela diri menjadi pembangun peradaban.
Panca Dasar: Lima Pilar Pembentuk Karakter Insan SH Terate
Panca Dasar adalah lima pilar fundamental yang menjadi kerangka kurikulum pendidikan di Persaudaraan Setia Hati Terate. Kelima pilar ini bukanlah elemen yang terpisah, melainkan sebuah ekosistem yang saling terkait dan menguatkan. Para pendiri PSHT memilih Pencak Silat sebagai pelajaran utama justru karena di dalam praktik Pencak Silat, kelima unsur ini telah terkandung secara inheren dan holistik. Kelimanya membentuk sebuah sistem pendidikan yang utuh untuk menempa manusia yang seimbang antara kekuatan jasmani dan keluhuran rohani.
1. Persaudaraan: Ikatan Batin yang Kekal, Melampaui Batas Duniawi
Persaudaraan dalam PSHT adalah pilar pertama dan utama. Ia didefinisikan sebagai ikatan batin antara manusia yang sifatnya melebihi saudara kandung sendiri, kekal dan abadi, serta tidak memandang nilai-nilai keduniawian seperti pangkat, derajat, kekayaan, suku, atau agama.
- Filosofi: Pilar ini berlandaskan pada kesadaran bahwa semua manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang setara. Persaudaraan menjadi payung yang menaungi keempat pilar lainnya, memastikan bahwa setiap ilmu dan kemampuan yang diperoleh senantiasa digunakan untuk tujuan kebaikan bersama. Ia mengajarkan nilai-nilai luhur seperti hormat-menghormati, sayang-menyayangi, dan saling bertanggung jawab.
- Implementasi: Persaudaraan diwujudkan dalam setiap interaksi antar anggota. Sikap gotong royong, saling membantu saat ada yang kesusahan, dan menjaga kehormatan sesama anggota adalah praktik sehari-hari. Tradisi "salam persaudaraan" saat bertemu dan "sambung" (latih tanding dalam semangat persahabatan) menjadi simbol nyata dari kuatnya ikatan ini.
2. Olah Raga: Pengolahan Jasmani dan Rohani untuk Kesehatan, Kekuatan, dan Pengendalian Diri
Olah Raga dalam konteks PSHT adalah proses mengolah jasmani (raga) dan rohani agar selalu sehat, kuat, dapat berguna, dan mampu mengendalikan diri serta berpikir secara sehat.
- Filosofi: Tubuh dipandang sebagai wadah bagi jiwa. Oleh karena itu, tubuh yang sehat, kuat, dan terawat adalah prasyarat untuk dapat menampung jiwa yang luhur dan pikiran yang jernih. Latihan fisik yang disiplin dalam bentuk Senam dan Jurus tidak hanya bertujuan untuk kebugaran, tetapi juga untuk membangun karakter, menumbuhkan rasa percaya diri, mengurangi stres, dan melatih ketahanan mental dalam menghadapi tekanan.
- Implementasi: Pilar ini diwujudkan melalui serangkaian materi latihan fisik yang terstruktur dan diajarkan secara bertahap, mulai dari tingkat Siswa Polos hingga Siswa Putih. Materi tersebut meliputi Senam Massal, Senam Dasar, Jurus, Senam dan Jurus Toya, serta berbagai teknik fisik lainnya yang dirancang untuk membina kekuatan, kecepatan, ketepatan, dan keseimbangan.
3. Bela Diri: Pencak Silat sebagai Alat Pertahanan Kehormatan dan Pelestarian Budaya Bangsa
Bela Diri dalam PSHT adalah fungsi Pencak Silat sebagai alat untuk mempertahankan kehormatan, keselamatan, kebahagiaan, dan kebenaran.
- Filosofi: PSHT mengajarkan bahwa kemampuan bela diri bukanlah untuk mencari musuh atau menunjukkan kehebatan, melainkan sebagai benteng terakhir untuk melindungi diri sendiri, keluarga, dan kaum yang lemah ketika kehormatan dan kebenaran terancam. Pemilihan Pencak Silat sebagai satu-satunya ilmu bela diri yang diajarkan merupakan sebuah pernyataan sikap budaya yang kuat. Ini adalah wujud komitmen PSHT untuk melestarikan, menjaga, dan mengembangkan warisan budaya luhur asli bangsa Indonesia, sebagai bentuk nasionalisme dan cinta tanah air. Menolak bela diri asing adalah sebuah tindakan penegasan identitas yang berakar sejak era perjuangan kemerdekaan.
- Implementasi: Anggota dibekali dengan teknik-teknik Pencak Silat yang efektif dan efisien, mencakup pukulan, tendangan, bantingan, dan kuncian. Namun, penekanan utama dalam pengajarannya adalah pada aspek pengendalian diri dan penggunaan yang bertanggung jawab, hanya pada saat yang benar-benar diperlukan dan untuk tujuan membela kebenaran.
4. Kesenian: Keindahan Gerak sebagai Cerminan Kehalusan Budi dan Falsafah Hidup
Kesenian adalah perwujudan daya cipta dan rasa manusia yang diekspresikan melalui gerak-gerak Pencak Silat yang indah (eksotis) dan sarat makna.
- Filosofi: Pilar ini mengajarkan bahwa Pencak Silat bukan hanya tentang kekuatan dan efektivitas, tetapi juga tentang keindahan. Gerakan yang lentur, luwes, dan serasi dengan irama adalah cerminan dari kehalusan budi, kesederhanaan, dan kelemahlembutan. Aspek kesenian ini berfungsi sebagai penyeimbang dari aspek bela diri yang keras, memastikan bahwa seorang pesilat memiliki karakter yang utuh: kuat namun lembut, tegas namun bijaksana. Melalui kesenian, PSHT turut serta menanamkan nilai-nilai luhur dan kepribadian nasional.
- Implementasi: Aspek kesenian dilatih dan ditampilkan melalui kategori Seni Tunggal, Ganda, dan Regu dalam pertandingan atau pertunjukan. Gerakan seperti Senam Massal juga tidak hanya menjadi ajang unjuk kekuatan, tetapi juga sebuah pertunjukan seni budaya yang memukau dan mengandung nilai estetika tinggi.
5. Kerohanian (Ke-SH-an): Puncak Ajaran sebagai Jalan Menuju Kesempurnaan Hidup
Kerohanian atau Ke-SH-an adalah tujuan akhir dan sumber dari Panca Dasar. Ia adalah ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai Budi Luhur dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
- Filosofi: Pilar ini menjadi fondasi spiritual yang memastikan bahwa semua ilmu dan kekuatan fisik yang dimiliki tidak akan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kesombongan dan keangkuhan. Ke-SH-an adalah ilmu untuk mengenal diri sendiri (ngerti awake dewe). Dengan mengenal diri sejati, seseorang akan mampu mengenal Tuhannya. Ajaran ini membimbing anggota untuk mengendalikan hawa nafsu, menanamkan kejujuran, melatih ketenangan batin, dan pada akhirnya mencapai keseimbangan sempurna antara jiwa dan raga.
- Implementasi: Kerohanian diajarkan melalui pendalaman ajaran Setia Hati, pemahaman tentang Budi Luhur, serta perenungan falsafah-falsafah hidup yang menjadi pedoman dalam setiap langkah. Ini bukanlah ritual keagamaan tertentu, melainkan sebuah jalan spiritual universal yang dapat dijalani oleh anggota dari berbagai latar belakang agama untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.
Wujud Insan Berbudi Luhur dalam Kehidupan Sehari-hari
Memahami falsafah dan Panca Dasar PSHT tidak akan lengkap tanpa perwujudannya dalam sikap, perilaku, dan tindakan nyata. Ajaran luhur organisasi ini harus tercermin dalam etika dan kode etik yang dipegang teguh oleh setiap Warga SH Terate. Bagian ini merinci bagaimana seorang insan SH Terate seharusnya membawa diri dalam pergaulan di masyarakat.
Sifat dan Ciri Khas Warga Setia Hati Terate
Seorang Warga SH Terate dapat dikenali melalui karakter dan sifat-sifat luhur yang ditanamkan selama proses pendidikan. Delapan sifat yang diupayakan untuk mencapai kesempurnaan insan SH Terate adalah: tidak sombong, sederhana, berani, mencintai alam semesta dan isinya, sabar, ikhlas, aktif membantu yang lemah, serta jujur dan tulus.
Sifat-sifat ini dilengkapi dengan ciri khas lainnya seperti rendah hati, disiplin tinggi, bertanggung jawab, memiliki rasa setia kawan yang kuat, dan senantiasa menghormati orang lain tanpa memandang latar belakangnya. Namun, watak yang paling fundamental dan menjadi pembeda seorang ksatria SH Terate adalah prinsip kebijaksanaan dalam bertindak:
"Berhadapan dengan masalah kecil dan remeh lebih baik mengalah, baru bertindak jika menghadapi masalah prinsip yang menyangkut harkat dan martabat kemanusiaan."
Prinsip ini menuntut setiap warga untuk memiliki pengendalian diri yang tinggi (buah dari pilar Kerohanian) agar tidak mudah terprovokasi oleh hal-hal sepele, namun juga memiliki keberanian (buah dari pilar Bela Diri) untuk berdiri tegak membela kebenaran dan keadilan ketika nilai-nilai fundamental dilanggar. Ini adalah kerangka etis yang membedakan seorang pendekar berbudi luhur dari seorang jagoan yang gemar mencari keributan.
Kewajiban, Wasiat, dan Kode Etik Warga
Setiap Warga SH Terate terikat oleh serangkaian kewajiban dan kode etik yang bertujuan untuk menjaga marwah organisasi dan persaudaraan.
Kewajiban Utama Warga:
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Berbakti kepada orang tua dan guru/pelatih.
- Menjaga nama baik Persaudaraan Setia Hati Terate.
- Bersikap ksatria, teguh pendirian, dan berdiri di atas garis kebenaran serta keadilan.
- Berani karena benar, takut karena salah.
- Bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya.
- Setia dan cinta kepada nusa dan bangsa Indonesia.
Sembilan Wasiat Mas Tarmadji:
Sebagai pedoman tambahan yang sangat dihormati, almarhum Kangmas Tarmadji Boedi Harsono, S.E., meninggalkan sembilan wasiat bagi seluruh warga, di antaranya adalah:
- Warga PSHT harus bertakwa kepada Tuhan YME.
- Harus saling mencintai sesama dengan tulus ikhlas.
- Wajib melestarikan ajaran Pencak Silat PSHT secara murni dan konsekuen.
- Dilarang mangro tingal (bersikap mendua atau berkhianat) terhadap janji setia kepada PSHT.
Kode Etik:
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi, warga diwajibkan untuk senantiasa menjaga kerukunan, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan masalah, serta taat pada peraturan organisasi dan hukum yang berlaku di pemerintahan.
Larangan (Pepacuh) yang Harus Dijauhi
Untuk menjaga kesucian ajaran dan keutuhan persaudaraan, terdapat larangan-larangan keras (pepacuh) yang harus dihindari oleh setiap warga. Pelanggaran terhadap pepacuh ini tidak hanya mencoreng nama baik pribadi, tetapi juga merusak kehormatan organisasi. Larangan-larangan tersebut antara lain:
- Dilarang berkelahi dengan sesama anggota SH Terate.
- Dilarang bersikap sombong, angkuh, dan menyakiti hati sesama.
- Dilarang memberikan pelajaran Pencak Silat PSHT tanpa surat kuasa atau izin resmi dari pengurus.
- Dilarang merusak "pagar ayu", sebuah kiasan yang berarti merusak kebahagiaan atau rumah tangga orang lain.
- Dilarang merampas dan memiliki hak orang lain secara tidak sah.
Analisis terhadap kewajiban dan larangan ini menunjukkan bahwa prioritas utama dari kode etik PSHT adalah melindungi aset terpenting organisasi: keutuhan dan kesucian ikatan persaudaraan (paseduluran). Ancaman perpecahan dari dalam akibat egoisme dan konflik dipandang sama berbahayanya dengan ancaman dari luar.
Mutiara Kearifan sebagai Pedoman Hidup
Ajaran Ke-SH-an terangkum dalam berbagai falsafah dan kata mutiara yang berfungsi sebagai kompas moral dan pedoman hidup bagi setiap warga. Mutiara kearifan ini bukan sekadar slogan, melainkan esensi ajaran yang harus direnungkan, diresapi, dan diamalkan dalam setiap tarikan napas kehidupan.
Penjabaran Falsafah Kunci
Di antara banyak falsafah, terdapat beberapa yang menjadi pilar utama kearifan PSHT:
- Suro Diro Joyo Diningrat, Lebur Dening Pangastuti
- Falsafah ini adalah tesis utama PSHT tentang hakikat kekuasaan. Ia menyatakan bahwa segala bentuk kekuatan,
- keberanian (Suro),
- kekuasaan (Diro),
- kejayaan (Joyo),
- dan kemewahan duniawi (Diningrat)
- pada akhirnya akan luluh, lebur, dan takluk oleh kelembutan, kasih sayang, dan budi pekerti yang luhur (Pangastuti). Bagi sebuah organisasi bela diri, pernyataan ini menempatkan kekuatan moral dan kelembutan hati di puncak hierarki kekuatan, menjadi mekanisme kontrol filosofis agar ilmu yang dimiliki tidak disalahgunakan untuk menindas.
- Sepiro Gedhening Sengsoro Yen Tinampa Amung Dadi Coba
- "Seberapa pun besarnya penderitaan, apabila diterima dengan hati yang ikhlas dan lapang dada, maka ia hanyalah akan menjadi sebuah cobaan semata".
- Falsafah yang dipopulerkan oleh RM. Imam Koesoepangat ini berfungsi sebagai perangkat kognitif untuk membangun ketahanan mental. Ia mengajarkan anggota untuk mengubah cara pandang terhadap kesulitan, dari sebuah malapetaka menjadi sebuah ujian yang akan menguatkan. Ini adalah bentuk pelatihan mental yang membekali warga dengan ketabahan dan resiliensi.
- Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha
- "Menyerbu tanpa membawa pasukan, menang tanpa merendahkan atau mempermalukan lawan, sakti tanpa mengandalkan jimat atau ilmu kesaktian, kaya tanpa berlandaskan harta benda".
- Falsafah ini menanamkan kepercayaan diri yang bersumber dari kebenaran dan kekuatan batin. Kemenangan sejati bukanlah saat berhasil menaklukkan lawan, melainkan saat mampu menegakkan kebenaran tanpa menimbulkan permusuhan baru. Kekuatan sejati berasal dari karakter, dan kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa.
Penerapan Kata Mutiara dalam Sikap dan Tindakan
Selain falsafah utama, terdapat banyak kata mutiara lain yang menjadi panduan praktis dalam bersikap dan bertindak:
- Ojo Rumongso Biso, Ning Sing Biso Rumungso: "Jangan merasa paling bisa, tetapi bisalah merasakan (memiliki empati dan tenggang rasa terhadap orang lain)". Pepatah ini mengajarkan kerendahan hati dan pentingnya kecerdasan emosional.
- Ojo Waton Ngomong, Ning Yen Ngomong Sing Gawe Waton: "Jangan asal bicara, tetapi jika berbicara haruslah menggunakan dasar (fakta dan bukti)". Ini adalah pedoman untuk berkomunikasi secara bertanggung jawab dan bijaksana.
- Ngunduh Wohing Pakarthi: "Memetik buah dari perbuatan". Ini adalah hukum sebab-akibat universal yang mengingatkan bahwa setiap perbuatan, baik atau buruk, pasti akan kembali kepada pelakunya.
- Urip Iku Urup: "Hidup itu hendaknya menyala (memberi terang atau manfaat bagi lingkungan sekitar)". Sebuah pengingat bahwa tujuan hidup adalah untuk memberi, bukan hanya menerima.
Ikhtisar Jalan Setia Hati Terate
Persaudaraan Setia Hati Terate bukanlah sekadar organisasi pencak silat. Ia adalah sebuah jalan hidup (laku urip) yang komprehensif, sebuah sistem pendidikan holistik yang bertujuan membentuk karakter manusia seutuhnya. Panca Dasar Persaudaraan Setia Hati Terate, Olah Raga, Bela Diri, Kesenian, dan Kerohanian adalah lima jalan yang saling berkelindan, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dengan menempuh kelima jalan tersebut di bawah naungan falsafah dan mutiara kearifan yang luhur, setiap anggota dibimbing untuk mencapai tujuan tertinggi: menjadi insan berbudi luhur yang tahu benar dan salah, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan pada puncaknya mampu mengemban amanah agung untuk Memayu Hayuning Bawono turut serta secara aktif memperindah keindahan dunia, menciptakan kedamaian, dan memberikan manfaat bagi sesama, bangsa, negara, dan seluruh alam semesta. Inilah esensi dan panggilan sejati dari seorang Warga Persaudaraan Setia Hati Terate.
Post a Comment