Dekapan PSHT Depan Belakang
Table of Contents
Dekapan PSHT Depan Belakang
Dalam semesta Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), setiap gerak adalah sebentuk falsafah, setiap teknik adalah perwujudan budi pekerti. Di tengah riuh rendahnya pertarungan, ketika pukulan dan tendangan membelah udara, terdapat sebuah momen hening yang menentukan, yaitu sebuah pergeseran dari kekacauan menuju pengendalian mutlak. Momen ini bukanlah ledakan kekuatan yang menghancurkan, melainkan sebuah langkah tenang ke pusat badai, sebuah gerakan merengkuh yang dikenal sebagai Dekapan. Teknik ini, dalam wujudnya baik dari depan maupun belakang, bukanlah sekadar rangkulan fisik, melainkan manifestasi dari inti ajaran "Setia Hati": sebuah kemampuan untuk tetap teguh pada hati nurani di tengah tekanan, untuk mengendalikan situasi yang genting, dan untuk memilih jalan yang menjaga kehormatan serta, jika memungkinkan, kehidupan itu sendiri.
Halaman ini akan mengupas tuntas Dekapan PSHT Depan Belakang bukan sebagai serangkaian instruksi mekanis, tetapi sebagai sebuah sistem penyelesaian konflik yang utuh, yang berakar kuat pada lima pilar suci (Panca Dasar) organisasi. Dekapan adalah ekspresi Persaudaraan dalam tujuannya untuk mengendalikan alih-alih mencederai; sebuah capaian Olahraga dalam tuntutan fisiknya yang tinggi; sebuah kelas master dalam Beladiri melalui aplikasi praktisnya; sebentuk Kesenian dalam eksekusinya yang mengalir; dan cerminan Kerohanian dalam kearifan yang dibutuhkan untuk menggunakannya secara bijaksana. Perjalanan kita akan dimulai dari akar filosofis pengendalian, menelusuri prinsip-prinsip universal pertarungan jarak dekat, hingga aplikasi spesifik dekapan depan dan belakang, dan akhirnya, menuju gerbang teknik-teknik penyelesaian akhir yang mengalir dari posisi dominasi ini.
Dekapan adalah Seni Mengendalikan, Bukan Menghancurkan
Untuk memahami Dekapan dalam PSHT, seseorang harus terlebih dahulu menyelami lautan filosofi yang menjadi dasarnya. Teknik ini bukanlah sekadar metode untuk menaklukkan lawan secara fisik, melainkan perwujudan nyata dari tujuan luhur organisasi: "mendidik manusia agar berbudi luhur, tahu benar dan salah". Dalam konteks ini, dekapan menjadi alat untuk menerapkan kebijaksanaan di bawah tekanan ekstrem. Ia adalah langkah pertama untuk memisahkan yang benar dari yang salah dalam sebuah konfrontasi, di mana pilihan antara menghancurkan dan mengendalikan menjadi ujian karakter yang sesungguhnya.
Prinsip ini terikat erat dengan semboyan agung Berani karena benar, takut karena salah. Seorang insan SH Terate tidak menggunakan dekapan untuk menindas yang lemah atau memulai perselisihan. Sebaliknya, teknik ini menjadi alat keadilan, diterapkan dengan keberanian yang lahir dari keyakinan bahwa tindakan yang diambil adalah untuk membela kehormatan, melindungi yang lemah, atau menghentikan kezaliman. Keberanian untuk merapatkan jarak dan memulai dekapan bukanlah keberanian buta, melainkan keberanian yang didasari oleh kebenaran hati nurani.
Aplikasi dekapan secara sempurna mencerminkan falsafah tiga tahap penyelesaian konflik dalam tradisi Jawa: Ngalah, Ngaleh, Ngamuk.
- Ngalah (Mengalah/Memberi Jalan): Tahap awal di mana seorang kesatria mengakui adanya konflik dan tidak serta-merta membalas dengan agresi buta. Ini adalah bentuk pengendalian diri dan kearifan.
- Ngaleh (Berpindah/Mereposisi): Inilah ranah Dekapan. Setelah menyadari bahwa konflik tidak terhindarkan, praktisi secara strategis "berpindah" posisi, bukan dengan mundur, tetapi dengan maju untuk merapatkan jarak. Gerakan ini secara efektif mematikan senjata utama lawan (pukulan dan tendangan) dan memindahkan pertarungan ke ranah di mana praktisi memiliki kendali penuh. Ini adalah perpindahan strategis untuk menguasai keadaan.
- Ngamuk (Mengamuk/Menyerang): Tahap terakhir yang hanya diambil sebagai jalan keluar pamungkas. Dari posisi dekapan yang dominan, jika lawan terus menunjukkan ancaman mematikan, barulah teknik lanjutan seperti kuncian (kuncian) atau bantingan (bantingan) diterapkan untuk mengakhiri pertarungan secara definitif.
Pada akhirnya, penggunaan Dekapan yang bijaksana adalah kontribusi seorang warga PSHT terhadap cita-cita luhur Memayu Hayuning Bawono, yaitu turut serta memperindah dan menjaga ketenteraman dunia. Dengan mengakhiri sebuah konfrontasi secara efisien dan dengan tingkat kekerasan minimum yang diperlukan, seorang praktisi telah memulihkan harmoni di sudut kecil dunianya. Tindakan mengendalikan satu individu yang berbuat onar adalah sebuah langkah kecil dalam menjaga keseimbangan kosmik yang lebih besar. Dekapan bukanlah tentang memenangkan pertarungan, melainkan tentang menegakkan kembali ketertiban.
Falsafah (Philosophy) | Makna Inti (Core Meaning) | Manifestasi dalam Dekapan (Manifestation in the Dekapan) |
---|---|---|
Persaudaraan | Memandang semua manusia sebagai saudara; ikatan batin yang tulus. | "Tujuan utama adalah pengendalian, bukan cedera. Dekapan digunakan untuk de-eskalasi dan netralisasi, melindungi baik pembela maupun penyerang dari bahaya yang tidak perlu." |
Setia Hati | Kesetiaan pada hati nurani; keyakinan pada diri sendiri. | "Kepercayaan diri untuk merapatkan jarak dan terlibat dalam pertarungan jarak dekat, memercayai latihan dan penilaian diri daripada menyerah pada rasa takut." |
"Berani karena benar, takut karena salah" | Keberanian yang didasari kebenaran, ketakutan yang didasari kesalahan. | "Dekapan diterapkan secara tegas saat membela keadilan atau kehormatan, tetapi tidak pernah digunakan untuk agresi atau penindasan." |
"Ngalah, Ngaleh, Ngamuk" | Mengalah, Mereposisi, Menyerang (sebagai jalan terakhir). | "Dekapan merepresentasikan fase Ngaleh, sebuah reposisi strategis untuk menguasai kendali dan menetralisir ancaman langsung setelah mengakui realitas konflik." |
Memayu Hayuning Bawono | Memperindah dan menata ketertiban dunia. | "Dengan mengakhiri konfrontasi kekerasan secara efisien dan dengan kekuatan minimum yang diperlukan, praktisi memulihkan harmoni dan bertindak sebagai agen perdamaian." |
Dalam esensinya, Dekapan lebih dari sekadar teknik bertahan; ia adalah bentuk komunikasi non-verbal yang aktif dan tegas. Saat dieksekusi, ia mengirimkan pesan yang jelas kepada lawan: "Aturan main telah berubah. Opsi seranganmu sebelumnya telah lenyap. Kini, kita harus menyelesaikan ini dengan cara yang berbeda." Tindakan ini secara fundamental mengubah dinamika psikologis pertarungan. Ia bukanlah sebuah pukulan yang memicu balasan, melainkan sebuah pernyataan kendali yang menawarkan kesempatan untuk de-eskalasi. Respons lawan terhadap dekapan inilah yang akan menentukan apakah langkah selanjutnya adalah pengekangan yang aman atau penyelesaian yang lebih tegas, sejalan dengan progresi ngalah, ngaleh, ngamuk.
Prinsip Dekapan Jarak Dekat dalam Seni Beladiri
Setelah memahami fondasi filosofisnya, penting untuk menelaah Dekapan dari sudut pandang teknis dan universal. Dalam khazanah seni beladiri global, Dekapan adalah manifestasi Pencak Silat dari sebuah konsep universal yang dikenal sebagai clinch atau, dalam gulat, bear hug. Ia adalah jembatan krusial yang menghubungkan antara pertarungan jarak pukul (striking range) dan pertarungan di bawah (ground fighting). Menguasai ranah ini berarti menguasai transisi pertarungan itu sendiri.
Secara biomekanis, Dekapan adalah sebuah perebutan kendali atas tiga elemen fundamental lawan:
- Pusat Gravitasi (Center of Gravity): Inti dari dekapan adalah menarik pinggul lawan mendekat dan merusak postur mereka. Dengan menyatukan pusat gravitasi praktisi dengan lawan, stabilitas dan kekuatan lawan dapat dinegasikan secara drastis. Lawan yang kehilangan keseimbangan adalah lawan yang kehilangan kekuatan.
- Kontrol Postur (Postural Control): Sebuah adagium dalam pertarungan fisik menyatakan, "Ke mana kepala pergi, tubuh akan mengikuti." Dekapan yang efektif berfokus pada pengendalian kepala dan bahu lawan. Dengan menekan kepala atau mematahkan postur tubuh bagian atas, seluruh struktur pertahanan lawan akan runtuh, membuat mereka rentan terhadap bantingan atau kuncian.
- Netralisasi Anggota Gerak (Limb Neutralization): Dekapan yang terkunci dengan baik akan menjepit lengan lawan, baik di atas (overhook) maupun di bawah (underhook), sehingga menonaktifkan senjata utama mereka. Tangan yang terjebak tidak dapat memukul atau bertahan secara efektif, menciptakan celah bagi praktisi untuk melancarkan teknik lanjutan.
Meskipun konsep clinch bersifat universal, aplikasinya dalam PSHT memiliki kekhasan yang membedakannya. Jika dalam seni beladiri seperti Judo atau Gulat, clinch sering kali menjadi sarana utama untuk melakukan lemparan (nage-waza) atau jatuhan (takedown) demi meraih poin dalam kompetisi, dalam PSHT, Dekapan berfungsi sebagai gerbang menuju spektrum respons yang jauh lebih luas. Ia bukan tujuan akhir, melainkan titik awal. Dari posisi ini, seorang praktisi PSHT dapat memilih untuk menahan, mengunci, atau menjatuhkan lawan dengan berbagai cara, termasuk teknik khas seperti guntingan (sapuan gunting). Fleksibilitas ini mencerminkan filosofi Bunga Terate itu sendiri, yang mampu hidup dan berkembang dalam kondisi apa pun, baik di air jernih maupun keruh, melambangkan kemampuan insan SH Terate untuk beradaptasi dalam segala situasi.
Fakta bahwa begitu banyak seni beladiri di dunia yang secara khusus melatih pertahanan melawan clinch atau bear hug mengindikasikan sebuah kebenaran penting: dekapan adalah salah satu bentuk serangan paling naluriah bagi agresor yang tidak terlatih. Dalam situasi jalanan yang kacau, orang cenderung merangkul dan mencoba membanting lawannya dengan kekuatan kasar. Dengan demikian, penguasaan materi Dekapan dalam kurikulum PSHT tidak hanya berfungsi sebagai alat ofensif untuk mengendalikan lawan, tetapi juga sebagai sistem pertahanan yang vital dan relevan. Ia secara langsung mempersiapkan praktisi untuk menghadapi salah satu bentuk serangan fisik paling umum, sejalan dengan misi utama PSHT untuk membekali anggotanya dengan ilmu beladiri yang praktis dan dapat diandalkan.
Inisiasi Teknik Memasuki dan Mengunci Dekapan Depan
Fase paling krusial dan penuh seni dari teknik Dekapan adalah saat inisiasi, yakni momen transisi dari jarak aman ke dalam rengkuhan lawan. Ini adalah fase di mana teori diuji dan keberanian diukur. Gerakan memasuki dekapan bukanlah sebuah serbuan membabi buta, melainkan sebuah manuver terukur yang melibatkan tiga elemen kunci: pola langkah (pola langkah), waktu (timing), dan pertahanan aktif (tangkisan). Praktisi harus mampu membaca serangan lawan, menggunakan tangkisan bukan hanya untuk menahan serangan tetapi juga sebagai jembatan untuk menutup jarak, dan mengeksekusi pola langkah yang cepat dan stabil untuk masuk ke dalam zona aman di dada lawan.
Setelah jarak berhasil ditutup, langkah selanjutnya adalah mengunci Dekapan Depan dengan presisi dan kekuatan. Proses ini dapat diuraikan sebagai berikut:
- Posisi Tangan: Kunci utama adalah cengkeraman yang kuat di belakang punggung lawan. Terdapat beberapa variasi, mulai dari cengkeraman tangan-di-atas-tangan yang sederhana, cengkeraman pergelangan tangan, hingga yang paling kuat, yaitu Gable grip (telapak tangan bertemu telapak tangan), yang memberikan tekanan maksimal dan kontrol yang superior.
- Kontrol Lengan: Pilihan strategis harus dibuat antara overhooks (lengan praktisi berada di atas lengan lawan) dan underhooks (lengan praktisi berada di bawah ketiak lawan). Overhooks sangat baik untuk mengendalikan tubuh bagian atas dan menahan pukulan jarak dekat. Namun, underhooks, terutama posisi double underhooks, dianggap sebagai posisi paling dominan karena memberikan daya ungkit yang luar biasa untuk mengangkat dan membanting lawan.
- Posisi Kepala: Kepala adalah senjata ketiga. Dalam Dekapan Depan, kepala praktisi harus ditempatkan secara aktif dan rapat pada tubuh lawan, biasanya di dada atau di lekukan antara leher dan bahu. Posisi ini berfungsi untuk mematahkan postur lawan, mencegah mereka mengangkat kepala untuk melihat atau menyerang, dan menambah tekanan secara keseluruhan.
Tujuan langsung dari Dekapan Depan bukanlah untuk mencederai, melainkan untuk mencapai kondisi hening di tengah badai, sebuah posisi di mana kendali total telah tercapai. Dalam posisi ini, lawan tidak dapat melancarkan serangan yang berarti, tidak mampu menciptakan jarak untuk melarikan diri, dan keseimbangannya berada di ujung tanduk, sepenuhnya rentan terhadap gerakan praktisi selanjutnya. Ini adalah perwujudan dari prinsip PSHT untuk selalu bertindak dari posisi yang kuat, tenang, dan penuh kepastian.
Momen memasuki dekapan ini dapat dipandang sebagai "momen kesetiaan". Ia adalah titik di mana seorang praktisi harus melepaskan keraguan dan berkomitmen penuh pada tekniknya, memercayai ratusan jam latihannya untuk menavigasi serangan terakhir lawan sebelum kendali penuh tercapai. Di sinilah makna "Setia Hati", yaitu kesetiaan dan kepercayaan pada hati serta kemampuan diri sendiri, diuji secara nyata. Berhasilnya sebuah inisiasi dekapan bukan hanya kemenangan teknik, tetapi juga kemenangan mental dan spiritual; sebuah bukti nyata dari keteguhan hati seorang insan SH Terate.
Transisi Dominan dalam Mengambil Posisi Dekapan Belakang
Jika Dekapan Depan adalah gerbang menuju pengendalian, maka Dekapan Belakang adalah singgasana dominasi. Dalam hampir semua disiplin ilmu beladiri bergulat, mengambil punggung lawan adalah tujuan taktis tertinggi. Dari posisi ini, lawan berada dalam titik buta: mereka tidak dapat melihat, tidak dapat menyerang secara efektif, dan pertahanan mereka menjadi sangat terbatas. Bagian ini menguraikan bagaimana seorang praktisi PSHT mengubah posisi Dekapan Depan yang sudah menguntungkan menjadi posisi Dekapan Belakang yang nyaris tanpa tanding.
Transisi ini bukanlah adu kekuatan, melainkan permainan sudut, momentum, dan keseimbangan. Eksekusinya melibatkan serangkaian gerakan yang mengalir dan terkoordinasi:
- Menciptakan Sudut: Dari Dekapan Depan, praktisi tidak mendorong lurus, melainkan menggunakan gerak kaki melingkar (pivoting) dan tekanan pinggul untuk memaksa lawan berputar. Tujuannya adalah untuk keluar dari garis tengah tubuh lawan dan menciptakan sudut serangan yang baru.
- Membuat Lawan Tidak Seimbang: Dengan tarikan atau dorongan asimetris, praktisi memaksa lawan untuk melangkah. Misalnya, dengan menarik satu sisi bahu sambil mendorong sisi pinggul yang berlawanan, lawan akan terpaksa mengambil langkah untuk menjaga keseimbangan. Momen sepersekian detik inilah yang menjadi jendela kesempatan untuk transisi.
- Mengamankan Posisi Belakang: Saat lawan melangkah dan ruang tercipta, praktisi dengan cepat bergerak melingkar ke punggung lawan. Tangan yang tadinya terkunci di depan kini melingkari pinggang atau dada dari belakang, dengan dada praktisi menempel erat ke punggung lawan. Kontak yang rapat ini sangat penting untuk merasakan dan mengontrol setiap gerakan lawan.
Setelah Dekapan Belakang berhasil diamankan, dinamika pertarungan berubah total. Lawan kini sepenuhnya berada dalam kendali praktisi. Setiap upaya mereka untuk berbalik atau melarikan diri dapat dengan mudah digagalkan. Posisi ini adalah perwujudan fisik dari ketenangan dan perhitungan matang yang dijunjung tinggi dalam ajaran PSHT. Tindakan tidak diambil dalam kepanikan atau kemarahan, melainkan dari posisi superioritas absolut, di mana keputusan selanjutnya dapat dibuat dengan kepala dingin dan hati yang tenang.
Transisi yang mulus dari depan ke belakang ini adalah representasi fisik yang sempurna dari falsafah luhur Menang tanpo ngasorake, yang berarti menang tanpa merendahkan atau menghancurkan. Praktisi tidak mengalahkan lawan dengan adu kekuatan kasar yang brutal. Sebaliknya, mereka menang melalui teknik, kecerdasan, dan posisi yang superior. Lawan tidak dihancurkan, melainkan "dikalahkan" oleh manuver cerdas yang membuat agresi mereka menjadi sia-sia. Kemenangan yang diraih adalah kemenangan strategi atas kekuatan, efisiensi atas kebrutalan, sejalan dengan citra seorang kesatria berbudi luhur.
Aplikasi Kuncian dari Posisi Dekapan
Posisi Dekapan yang telah dikuasai bukanlah akhir dari sebuah teknik, melainkan "pintu gerbang" yang membuka akses ke berbagai macam penyelesaian. Opsi pertama dan yang paling sering diutamakan, sejalan dengan semangat Persaudaraan, adalah aplikasi kuncian (teknik penguncian sendi dan pitingan). Kuncian dipandang sebagai alat utama untuk pengendalian dan de-eskalasi, memungkinkan seorang praktisi untuk mengakhiri perlawanan tanpa harus menimbulkan cedera serius.
Dari posisi dekapan, berbagai jenis kuncian dapat diterapkan, tergantung pada situasi dan posisi yang dicapai:
- Dari Dekapan Depan: Posisi ini ideal untuk menargetkan tubuh bagian atas lawan. Teknik seperti kuncian siku (kuncian siku), kuncian bahu (kuncian bahu), atau pitingan leher (kuncian leher) dapat diterapkan secara efektif. Kuncian-kuncian ini berfungsi untuk memaksa lawan menyerah, atau sebagai cara transisi untuk membawa lawan ke tanah dalam posisi yang terkendali, di mana mereka dapat ditahan dengan aman.
- Dari Dekapan Belakang: Ini adalah posisi utama untuk menerapkan pitingan leher atau cekikan (choke). Teknik ini, jika dilakukan dengan benar, dapat menetralisir lawan dalam hitungan detik dengan membatasi aliran darah ke otak, menyebabkan mereka pingsan sementara tanpa kerusakan permanen. Ini adalah bentuk pengendalian tertinggi, sebuah cara untuk mengakhiri ancaman secara total dan aman.
Pilihan untuk menerapkan kuncian adalah sebuah keputusan yang sangat dipengaruhi oleh pilar Kerohanian dalam PSHT. Ini adalah pilihan sadar untuk mengakhiri konflik dengan tingkat kerusakan paling minimal. Dalam skenario bela diri di mana tujuannya adalah untuk menahan seorang agresor, misalnya, dalam tugas penegakan hukum atau saat menghadapi orang yang tindakannya membahayakan diri sendiri atau orang lain, kuncian adalah metode yang paling etis dan bertanggung jawab. Ia menegaskan kembali bahwa bahkan dalam pertarungan, nilai Persaudaraan tetap dijunjung tinggi; kehidupan dan kesehatan lawan tetap dihargai.
Keberadaan beragam teknik kuncian dalam kurikulum PSHT, mulai dari kuncian jari untuk melucuti senjata hingga pitingan leher untuk melumpuhkan, mengungkapkan pemahaman yang mendalam tentang konsep penggunaan kekuatan berjenjang (graduated force). PSHT tidak mengajarkan satu respons tunggal yang brutal untuk semua ancaman. Sebaliknya, ia membekali para anggotanya dengan "kotak peralatan" yang berisi berbagai opsi. Dekapan berfungsi sebagai kunci utama yang membuka kotak peralatan ini. Ia menciptakan jeda krusial dalam pertarungan, memberikan waktu bagi praktisi untuk menilai tingkat ancaman secara akurat dan memilih alat yang paling tepat untuk situasi tersebut. Ini menunjukkan bahwa seni sejati bukanlah terletak pada penguasaan teknik kuncian itu sendiri, melainkan pada kebijaksanaan (Kerohanian) untuk mengetahui kapan, bagaimana, dan mengapa sebuah kuncian harus diterapkan.
Bantingan dan Guntingan sebagai Penyelesaian Akhir
Ketika situasi meningkat melampaui titik di mana kuncian atau pengekangan sederhana tidak lagi memadai, atau ketika praktisi menghadapi ancaman yang membahayakan jiwa, Dekapan membuka jalan menuju penyelesaian akhir yang paling definitif: bantingan (lemparan/jatuhan) dan guntingan (jatuhan gunting). Teknik-teknik ini merepresentasikan resolusi final dari sebuah konfrontasi fisik, dirancang untuk mengakhiri perlawanan secara total dan tak terbantahkan.
Dari posisi dekapan yang kuat, beberapa teknik jatuhan pamungkas dapat dieksekusi:
- Bantingan Pinggang (Hip Throw): Dari Dekapan Depan, dengan posisi underhook yang dominan, praktisi dapat dengan cepat menurunkan pusat gravitasinya, memutar pinggulnya masuk ke depan lawan, dan menggunakan pinggul tersebut sebagai titik tumpu (fulcrum) untuk melemparkan lawan melewati tubuhnya. Ini adalah teknik bantingan klasik yang mengandalkan momentum dan daya ungkit, mampu menjatuhkan lawan yang lebih besar sekalipun dengan kekuatan yang dahsyat.
- Bantingan Angkat (Lift/Slam): Dari cengkeraman Dekapan Depan atau Belakang yang sangat kokoh, praktisi dapat menggunakan kekuatan kaki dan punggungnya untuk mengangkat lawan dari tanah sepenuhnya. Dari posisi ini, lawan dapat dibanting kembali ke tanah dengan kekuatan signifikan. Ini adalah teknik berisiko tinggi dan berdampak besar, dicadangkan untuk situasi paling ekstrem.
- Guntingan (Scissoring Takedown): Sebagai salah satu ciri khas Pencak Silat, guntingan adalah teknik jatuhan yang unik dan mengejutkan. Dari jarak dekat yang diciptakan oleh dekapan, praktisi dapat menjatuhkan diri dan menggunakan kedua kakinya dalam gerakan menggunting untuk menyerang dasar tumpuan lawan, baik di kaki, lutut, atau pinggang, menyebabkan mereka jatuh dengan cara yang tidak terduga dan membingungkan.
Penggunaan teknik-teknik ini menandai eskalasi ke tahap Ngamuk. Aplikasinya menyiratkan bahwa situasi telah berkembang menjadi ancaman serius yang menuntut tindakan tegas untuk menjamin keselamatan praktisi atau orang lain. Ini adalah ekspresi tertinggi dari prinsip berani karena benar, di mana seorang kesatria mengambil tindakan final untuk menghentikan ancaman besar secara definitif.
Kehadiran teknik bantingan yang berbasis kekuatan (mirip dengan Judo dan Gulat) dan guntingan yang berbasis kelincahan dan momentum (khas Silat) sebagai opsi lanjutan dari Dekapan menunjukkan sifat hibrida dan komprehensif dari sistem PSHT. Organisasi ini mengintegrasikan solusi yang mengandalkan kekuatan murni sekaligus teknik canggih yang memanfaatkan daya ungkit. Fleksibilitas ini kemungkinan besar merupakan warisan dari sejarahnya; didirikan oleh Ki Ageng Suro Diwiryo yang mempelajari berbagai aliran beladiri, sistem PSHT secara alami menyerap beragam prinsip pertarungan. Dengan demikian, Dekapan dalam PSHT bukanlah sekadar persiapan untuk satu jenis penyelesaian, melainkan sebuah pusat kendali (pancer), titik di mana berbagai jalur taktis yang berbeda, seperti kekuatan, kelincahan, kuncian, dan bantingan, bertemu dan menyebar, mencerminkan kekayaan dan kedalaman warisan seni beladiri itu sendiri.
Dekapan PSHT
Pada akhirnya, Dekapan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah jauh lebih dari sekadar teknik bergulat. Ia adalah titik temu di mana raga dan jiwa, kekuatan dan kebijaksanaan, bersatu. Ia adalah arena di mana kekuatan fisik yang ditempa melalui Olahraga dipandu oleh kejernihan moral yang diasah melalui Kerohanian. Menguasai Dekapan Depan Belakang bukanlah tentang memenangkan pertarungan, melainkan tentang memenangkan diri sendiri. Ini adalah tentang memiliki kekuatan untuk mengendalikan lawan, tetapi yang lebih penting, memiliki kearifan untuk mengetahui kapan dan bagaimana menggunakan kendali itu demi kebaikan yang lebih besar.
Tujuan akhir PSHT adalah untuk membentuk manusia yang utuh dan berbudi luhur. Dalam Dekapan, seorang praktisi menemukan ujian tertinggi dari ajaran ini. Ia belajar bahwa kekuatan sejati bukanlah kemampuan untuk menghancurkan, melainkan kemampuan untuk mengendalikan. Dengan memeluk prinsip ini, ia tidak hanya menjadi seorang petarung yang tangguh, tetapi juga seorang penjaga harmoni, yang secara aktif mewujudkan semangat luhur Memayu Hayuning Bawono.
Selama matahari terbit di sebelah timur dan terbenam di sebelah barat, dan selama bumi ini masih dihuni manusia, maka itu pula PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE tetap jaya selama-lamanya.
Post a Comment