Sesepuh Artinya Ono Sing Disesep Marai Ampuh

Table of Contents

Sesepuh Artinya Ono Sing Disesep Marai Ampuh

Ilustrasi sosok sesepuh Jawa bijaksana yang matang dalam budi dan laku sebagai panutan PSHT

Dalam laku budaya Jawa dan ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), istilah sesepuh tidak sekadar menunjuk pada seseorang yang dituakan karena umur, melainkan pada pribadi yang telah matang dalam budi, dalam laku, dan dalam pengabdian. Dalam tradisi Setia Hati, sebutan sesepuh adalah gelar moral, bukan gelar sosial; sebuah pengakuan yang tumbuh dari keteladanan hidup, bukan karena jabatan atau garis keturunan.

Warga PSHT menempatkan sosok sesepuh sebagai penjaga nilai dan arah moral. Ia menjadi tempat bertanya ketika kebimbangan datang, menjadi telaga ketenangan di tengah gelombang zaman. Dalam setiap ucapan dan tindakannya tersirat pesan laku yang menjadi cermin ajaran Setia Hati: ngerti, ngrasa, nglakoni.

Makna “Ono Sing Disesep” sebagai Upaya Menyerap Nilai, Bukan Sekadar Menghormati

Ungkapan “ono sing disesep” secara harfiah berarti “ada yang disedot” atau “diambil sari-nya”. Namun dalam makna filosofis PSHT, “disesep” berarti diserap nilai-nilainya, diikuti lakunya, dan diteladani wataknya. Seorang sesepuh menjadi sumber keteladanan yang menghidupi semangat keilmuan dan kejiwaan organisasi.

Yang disesep bukan air, bukan kekuasaan, melainkan inti kebijaksanaan yaitu sari nilai luhur yang menuntun seseorang menuju kematangan batin. Dalam konteks ajaran PSHT, proses “menyerap” itu bukanlah meniru semata, tetapi memahami hakikat ajaran lewat pengalaman nyata dan laku pribadi.

Seperti kata pepatah Jawa, “urip iku urup” yang berarti hidup itu menyala. Maka sesepuh adalah pelita yang memberi cahaya, dan warga yang menyerap cahayanya menjadi lilin-lilin kecil yang meneruskan terang tersebut ke penjuru persaudaraan.

Ilustrasi pelita (lentera Jawa) sebagai metafora "Ono Sing Disesep" atau menyerap sari nilai kebijaksanaan sesepuh

Makna “Marai Ampuh” sebagai Kekuatan Budi dan Bukan Tenaga Kasar

Dalam kalimat lengkap “Ono sing disesep marai ampuh”, kata ampuh sering disalahartikan sebagai kesaktian lahiriah. Padahal dalam pandangan PSHT, keampuhan yang sejati adalah kuatnya budi, mantapnya hati, dan teguhnya moral.

Keampuhan sejati memiliki makna:

  • Ampuh bukan berarti kebal dari senjata, melainkan kebal terhadap godaan angkara.
  • Ampuh juga tidak berarti mampu menundukkan orang lain, tetapi mampu menundukkan diri sendiri dalam rendah hati dan kebijaksanaan.

Sesepuh menjadi “ampuh” karena tutur dan tindaknya menembus hati, sebab kehadirannya membawa keteduhan dan bukan ketakutan. Itulah bentuk keampuhan yang menentramkan, sebuah kekuatan yang menghadirkan kedamaian bukan kekuasaan.

Peran Sesepuh dalam PSHT sebagai Penuntun Jalan Hati

Dalam perjalanan panjang PSHT sejak Ki Hadjar Hardjo Oetomo hingga kini, peran sesepuh selalu menjadi penopang keseimbangan antara ajaran, moral, dan tradisi. Para sesepuh menjaga kemurnian ajaran agar tidak tergerus oleh zaman, serta memastikan setiap langkah organisasi tetap berpijak pada nilai-nilai luhur Persaudaraan, Olahraga, Bela Diri, dan Kemanusiaan.

Mereka tidak hanya menuntun lewat kata, tetapi lewat laku. Dalam diamnya tersimpan nasihat, dan dalam kesederhanaannya terpancar kewibawaan.

Ciri utama seorang sesepuh sejati dalam PSHT antara lain:

  • Andhap asor (rendah hati),
  • Linuwih (memiliki kelebihan karena laku spiritualnya),
  • Tepa selira (empati yang dalam).

Bila seorang sesepuh berbicara, warga mendengar bukan karena perintah, melainkan karena penerimaan hati yaitu bentuk penghormatan spiritual yang lahir dari rasa tulus.

Filosofi dan Laku dalam Menjadi Sesepuh Bukan Karena Umur Tetapi Karena Laku Hidup

Dalam pandangan PSHT, siapa pun warga dapat menjadi sesepuh dalam lingkupnya masing-masing bila hidupnya memberi makna dan teladan.

“Disesep” berarti kehidupan seseorang menjadi sumber sari nilai bagi orang lain:

  • Tutur katanya menyejukkan,
  • Lakunya menuntun, dan
  • Kehadirannya menentramkan.

Menjadi sesepuh tidak ditentukan oleh usia, tetapi oleh sejauh mana seseorang berlaku jujur terhadap hati nuraninya, berbuat untuk kemaslahatan, dan menuntun tanpa pamrih.

Seorang sesepuh sejati tidak pernah berkata bahwa dirinya sesepuh, karena masyarakatlah yang mengakuinya melalui rasa hormat yang tumbuh tanpa paksaan.

Bunga terate mekar bersih sebagai simbol "Marai Ampuh" (kekuatan budi luhur) dalam ajaran sesepuh PSHT

Ampuh Karena Tulus dan Dihormati Karena Budi

Ungkapan “Sesepuh artinya ono sing disesep marai ampuh” menyiratkan pesan luhur bahwa kekuatan sejati tidak datang dari kesaktian lahir, melainkan dari ketulusan dan kebijaksanaan hati.

Sesepuh menjadi “ampuh” karena ia tulus memberi, tidak pernah meminta; karena ia setia menjaga laku dan bukan mencari nama.

Dalam ajaran PSHT, keampuhan hati lebih tinggi daripada keampuhan tangan. Ia yang mampu menundukkan egonya, menyatukan saudara, dan menuntun dengan kasih merupakan wujud nyata sesepuh Setia Hati Terate.

Hendaknya setiap warga PSHT senantiasa belajar menyerap nilai-nilai luhur para sesepuh, menumbuhkan keampuhan batin, serta meneruskan cahaya keteladanan itu kepada generasi penerus. Seperti sabda Ki Hadjar Hardjo Oetomo:

“Ilmu Setia Hati iku ngudi kasampurnaning urip, dudu mung kasaktèn.”
(Ilmu Setia Hati adalah jalan menuju kesempurnaan hidup, bukan sekadar kesaktian.)

Post a Comment